JAKARTA - Profesi pelaut kini makin diminati oleh generasi muda Indonesia. Sebagai negara maritim, telah lama bangsa ini terlena dan melupakan potensi besar negara kepulauan dengan laut sebagai sumber daya alam yang dianugerahi Tuhan dengan beragam potensi besar di dalamnya.
Profesi pelaut sebentar lagi akan menjadi topik yang menarik sebagai bahan perbincangan menjelang Hari Maritim Nasional ke-60 yang jatuh pada tanggal 23 September 2024. Hari Maritim Nasional didasarkan pada Musyawarah Nasional (Munas) Maritim 1 yang berlangsung pada 23 September 1963. Presiden Soekarno kemudian menerbitkan SK Nomor 249 tahun 1964 yang menetapkan tanggal 23 September sebagai Hari Maritim Nasional.
Negara sebenarnya sangat pantas memberikan anugerah khusus kepada para pelaut-pelaut yang telah setia dengan profesinya dan kini menjadi pahlawan konektivitas nusantara sekaligus akan mengemban amanat/cita-cita mulia Pemerintah dalam mewujudkan Indonesia poros mariritim dunia (IPMD) di era Indonesia Emas 2045.
Revitalisasi & Peningkatan Kualitas SDM Kepelautan
Untuk merealisasikan gagasan tersebut, Pemerintah harus/wajib menyiapkan profesi pelaut nasional yang memadahi dan unggul secara kuantitas dan kualitas, sekalipun untuk menggapai tujuan tersebut masih ada syarat lain yang harus dipenuhi, antara lain mempersiapkan armada kapal yang lengkap dan tangguh memenuhi seluruh kebutuhan/kegiatan di wilayah perairan Indonesia, membangun infrastruktur maritim, seperti mercusuar, dok/bengkel kapal, industri perkapalan, dan pelabuhan/pangkalan kapal untuk berbagai aktivitas (berlabuh dan bongkar muat), dalam melayani mobilitas barang dan penumpang di seluruh wilayah nusantara –non Jawa sentris hingga daerah 3TP.
Agar kedua persyaratan armada kapal dan infrastruktur maritim dapat berjalan dengan baik, tentunya dibutuhkan operator/SDM yang berkualitas sesuai standar internasional, sebagai awak di sektor transportasi laut, seperti antara lain ahli manajemen pelabuhan, operator peralatan maritime, para ahli perkapalan, dan operator armada kapal mulai dari kapten/nakhoda kapal hingga ABK atau pelaut profesional.
Sebagai negara dengan bonus demografi yang memiliki sumber daya manusia muda dengan jumlah yang besar, sudah seharusnya Indonesia memiliki pelaut dalam jumlah besar namun juga harus dibarengi dengan kualitas yang juga terampil dan handal.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendukung upaya mewujudkan visi menjadikan Indonesia poros maritim dunia, karena langkah strategis yang dilakukan adalah melakukan revitalisasi dan peningkatan pendidikan kepelautan.
“Pendidikan kepelautan dan pelayaran akan memegang peranan penting dalam upaya melahirkan SDM/ABK yang unggul,” ujar Menhub, pada saat memperingati seabad revitalisasi pendidikan kepelautan di Indonesia oleh BPSDM di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, beberapa waktu silam.
Untuk menghasilkan SDM yang unggul secara kuantitas dan kualitas, Menhub mengatakan melalui proses panjang, mulai membangun infrastruktur dari lembaga/intitusi pendidikan, menyiapkan staf pengajar meliputi pendidik dan pelatih yang sesuai dengan kompetensi, disertai modul pelajaran dan pelatihan mengacu standar organisasi maritim internasioal (IMO).
Dalam dekade terkahir, tercatat sejumlah capaian pembangunan infrastruktur pendidikan dan pelatihan yang telah diraih hingga saat ini, antara lain membangun 10 Perguruan Tinggi Vokasi Pelayaran dan dua Balai Diklat Pelayaran di bawah Kemenhub, 18 Sekolah Tinggi dan Akademi di luar Kemenhub atau swasta, serta 34 SMK pelayaran negeri dan swasta.
Dari sejumlah PT/Akademi/Diklat pendidikan dan pelatihan Ilmu Pelayaran Nasional, tercatat lima institusi/lembaga penyelenggara sekolah pelayaran yang dikategorikan terbaik di Indonesia dan diakui IMO pada tahun 2024, antara lain adalah 1). BP3IP Jakarta. Balai Besar Pendidikan, Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran milik pemerintah; 2). Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar – tertua di Indonesia, bekerja sama dengan BPSDM Perhubungan dan BKN (Badan Kepegawaian Negara); 3). PIP Semarang Politeknik Ilmu Pelayaran, berdiri sejak tahun 1951 dikelola oleh Kemenhub dan juga telah diakui IMO; 4). BPPTL. Diklat yang diadakan adalah Diklat Teknis Bidang Perkapalan dan Kepelautan, Diklat Teknis Bidang KPLP, Diklat Teknis Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut, Diklat Teknis Bidang Kenavigasian, Diklat Teknis Bidang Sekretariat Ditjen. Perhubungan Laut, dan Pelatihan/Penyuluhan Untuk SDM Dinas Teknis Bidang Perhubungan Laut Dan Instansi Terkait; dan, 5). Akademi Maritim Cirebon. Didirikan tahun 1986, mendirik calon perwira pelayaran khusus bidang nautika dan teknika serta bidang ketatalaksanaan pelayaran niaga.
Mengacu data portal Ditjen Hubla, dari perguruan tinggi, akademi, dan balai diklat pendidikan dan pelatihan pelayaran yang ada di Indonesia pada semester awal 2024, diketahui telah menghasilkan 1,4 juta pelaut yang telah berlayar di dalam dan luar negeri, sekitar 28% atau sekitar 390 ribu lebih, bekerja pada perusahaan pelayaran asing yang mengisi berbagai posisi mulai dari ABK pemula sampai dengan Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dan Nakhoda / Captain.
Sejarah Kepelautan di Indonesia
Ihwal perkembangan pendidikan kepelautan formal di Indonesia, dimulai paska PD I, di era kolonial Belanda pada tahun 1915, Negara Monarkhi itu mendirikan sekolah kepelautan di Makassar yang diberi nama “Kweekschool voor Inlandsche Schepelingente Makassar (Sekolah Kejuruan Awak Kapal Pribumi di Makassar)”, yang pada Agustus 1946 berganti nama menjadi “Opleiding Scheepvaartschool Celebes untuk tingkat rendah dan Middelbare Zeevaart School untuk tingkat menengah”. Kemudian pada tahun 1950 berganti nama menjadi Sekolah Latihan Penyeberangan Laut Sulawesi (SLPS) dengan dua jurusan yaitu Nautika dan Teknika.
Paska kemerdekaan NKRI pada tahun 1953, pemerintah mendirikan Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) yang menyelenggarakan Program Diploma III (setara dengan BSc), dengan 2 jurusan Nautika dan Teknika (sertifikat kompetensi Klas III). Kemudian pada tanggal 27 Februari 1957, AIP diresmikan oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno dan menjadi Akademi Pelayaran Pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Gunung Sahari, Mangga Dua Ancol, Jakarta Utara.
Menuju Standarisasi Kualitas Global
Setelah delapan dekade kemudian, pendidikan kepelautan di Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Pemenuhan terhadap standar pendidikan nasional maupun standar pendidikan pelayaran internasional senantiasa menjadi fokus dari lembaga-lembaga pendidikan pelayaran.
Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota International Maritime Organization (IMO) pada 18 Januari 1961 yang terus diperpanjang, terakhir untuk masa berlaku 2024-2025 menjadi Anggota Dewan IMO Kategori C, serta meratifikasi 26 konvensi IMO dalam bidang kepelautan, Indonesia menjadi terikat untuk selalu menyesuaikan dengan perkembangan internasional di bidang kepelautan.
Lebih lanjut Menhub mengungkapkan, Indonesia melalui Kemenhub secara konsisten menjalin kerja sama dengan sejumlah negara sahabat guna meningkatkan kualitas SDM kepelautan.
Para Duta Besar serta perwakilan negara-negara sahabat sering memberikan kuliah umum atau sharing session kepada para taruna-taruni kepelautan dan mengungkapkan betapa strategisnya posisi Indonesia sebagai negara maritime di kancah kawasan global.
“Indonesia sangat mendesak menyiapkan kebutuhan sumber daya manusia kepelautan dengan standarisasi yang dipersyaratkan agar dapat bersaing dan berkiprah secara global,” tutur Menhub. (IS/AS/RY/ME)