(Jakarta, 8//2012) Kementerian Perhubungan selaku regulator tidak dapat mencampuri apalagi melakukan intervensi keuangan maskapai. Pemerintah hanya bisa minta laporan keuangan yang sudah di audit, itupun setahun sekali.
‘’Soal keuangan maskapai, pemerintah hanya dilapori setahun sekali. Pemerintah tidak bisa campur tangan karena ini murni bisnis,’’ kata Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Djoko Murjatmodjo pada acara press background untuk wartawan Perhubungan di Jakarta, Jumat (8/2).
Penegasan tersebut disampaikan oleh Djoko menanggapi banyaknya pertanyaan dimana dan bagaimana peran pemerintah selaku regulator, sehingga maskapai PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) setelah mengabulkan permohonan pailit yang diajukan oleh International Lease Finance Corporation (IFLC), karena Batavia tidak sanggup membayar utangnya sebesar USD 4,688 juta.
Ditjen Perhubungan Udara , jelas Djoko secara rutin melakukan monitoring terhadap perkembangan maskapai nasional. Dalam laporan keuangan PT Metro Batavia tahun 2011, kondisi keuanganya bagus. Demikian juga kemampuannya untuk membayar kewajibannya jangka pendek dan jangka panjang, bisa dikatakan mampu untuk membayar.
Kalaupun ada kewajiban atau utang yang harus dibayar, itu bukan persoalan, sepanjang pasar yang diterbangi bagus, load factor diatas 80 persen sehingga menghasilkan cash flow yang tinggi. ‘’Hutang banyak tidak masalah, kalau perusahaan memiliki cash flow yang tinggi sehingga bisa membayar utangnya tadi,’’ jelas Djoko.
Namun setelah laporan terakhir, pemerintah tidak mendapatkan lagi laporan keuangan. Ketika ditanya, alasannya masih ada perbaikan di sana sini. Kenyataannya berdasarkan laporan kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, utangnya mencapai Rp 1,2 triliun sedangkan uang yang ada di rekening hanya Rp 1 miliar. Aset lain dalam bentuk bangunan dan 15 pesawat miliki sendiri.
Bahwa salah satu penyebab hancurnya bisnis Batavia Air karena menyewa pesawat A320 yang semula direncanakan untuk angkutan Haji, Djoko mengaku hal itu merupakan murni kegagalan manajemen dalam mengurus bisnis dan itu diluar pengawasan pemerintah.
‘’Saat mau beli atau sewa pesawat mereka tidak bilang kepada pemerintah. Bilangnya, setelah pesawat datang ke Indonesia. Pemerintah berkewajiban untuk tahu kedatangan pesawat tersebut karena terkait dengan aspek keamanan,’’ ujar Djoko.
Pada periode Oktober 2011 sampai Maret 2012, Batavia Air hanya punya 63 rute, namun pada periode Maret 2012 sampai dengan Oktober 2012, Batavia minta tambahan 2 rute menjadi 65 rute. Sementara itu rute internasional yang semula hanya 8 rute sempat naik menjadi 9 rute meski kemudian hanya menjadi 7 rute.
Memasuki periode Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013, secara tiba-tiba manajemen Batavia mengembalikan 31 rute. Sehingga rute yang diterbangi oleh Batavia Air hanya 36 rute saja, dan itupun tidak berapa lama kemudian kembali berkurang tinggal 32 rute. Alasan mereka mengurangi rute karena sedang melakukan restrukturisasi rute.
Misalnya untuk rute Jakarta-Medan, Batavia Air melayani dengan Boeing 737-300 dan 737-400. Sementara pesaingnya seperti Garuda dan Lion Air menggunakan Boeing 737-800 NG atau 737-900, bahkan ada yang menggunakan Airbus 320. Jika dilihat dari segi bahan bakar saja, pesawat yang digunakan Batavia sangat tidak efisien, belum lagi soal image, karena pesawat kompetitor Batavia lebih baru.
‘’Jadi ketika mengurangi rute dengan alasan restrukturisasi rute, ya kita anggap hal yang wajar,’’ kata Djoko.
Ketika Indonesia Air Asia berencana untuk mengakuisisi Batavia Air, manajemen pun tidak melaporkan kepada pemerintah. ‘’Bahkan saya tahunya dari wartawan yang mengkonfirmasi apakah benar (ketika itu) besok IAA akan mengakuisisi dengan mengambil aluh saham Batavia Air. Saya katakan tidak ada laporan soal itu,’’ tutur Djoko yang baru mendapat kepastian setelah malamnya menghubungi salah satu direktur Batavia Air.
Bahkan ketika sehari sebelum Batavia Air dinyatakan pailit, salah seorang direktur Batavia sempat mempertanyakan pada Djoko seputar beredarnya pesan berantai melalui ponsel yang mengatakan bahwa dalam 2 hari ke depan, pemerintah akan menutup Batavia Air. Walaupun pada akhirnya mereka mengakui dipailitkan menjadi pilihannya.
Dengan beberapa kasus yang disampaikan, Djoko ingin menegaskan, bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan selain tidak bisa campur tangan karena ini murni bisnis, juga tidak bisa langsung melakukan intervensi karena tidak pernah mendapat laporan yang pasti dari maskapai. (JO)