(Jakarta, 23/7/2012) Ketua Dewan Pimpinan pimpinan Daerah ORGANDA Propinsi Jawa Tengah Karsidi Budi Anggoro mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan perlengkapan AC sebagai bagian dari standar pelayanan minimal angkutan penumpang bus kelas ekonomi (AKAP/AKDP). Menurut Anggoro beberapa waktu belakangan ini pihaknya telah berupaya untuk mengetahui apa yang diinginkan konsumen bus ekonomi untuk peningkatan pelayanan dan ternyata kelengkapan AC menjadi hal utama yang diinginkan konsumen.

Pernyataan tersebut disampaikan Anggoro ketika menjadi salah satu nara sumber pada acara Seminar Diskusi Publik dengan Tema “Menggagas Pelayanan Angkutan Lebaran Yang Aman dan Nyaman” di Hotel Pandanaran Semarang Rabu 18/17/ 2012 lalu. “Bukan badan busnya atau cat nya yang diminta bagus tapi penumpang meminta AC sebagai kelengkapan bus ekonomi,” ujar Anggoro.  Lebih lanjut Anggoro berpendapat bukan tidak mungkin standarisasi penggunaan AC untuk angkutan penumpang bus ekonomi akan menggairahkan masyarakat untuk memilih menggunakan bus umum dan meninggalkan kendaraan pribadi khususnya sepeda motor.

“AC itu saya kira bukan lagi barang mewah ya...tapi sekarang sudah kebutuhan dasar (pelayanan),”lanjut Anggoro. Menurut Anggoro kondisi lalu lintas saat ini yang umumnya cenderung tidak selancar kondisi beberapa tahun lalu membuat masyarakat sama sekali tidak menemukan kenyamanan apabila mereka naik bus ekonomi. Kondisi ini yang mungkin membuat mereka lebih memilih sepeda motor walaupun menempuh perjalanan luar kota. “ Saya sendiri jujur aja pernah mencoba naik bus bumel antar kota dan saya ternyata tidak betah,” kata Anggoro. Bisa dibayangkan apa yang dirasakan penumpang yang menumpang bus ekonomi untuk angkutan lebaran yang seringkali macet berjam-jam, tentu sangat tidak menyenangkan. Menurut Anggoro meskipun nantinya bus ekonomi memakai AC pihaknya tetap meminta tarif diatur oleh Pemerintah.

Pernyataan senada diungkapkan oleh Djoko Setijowarno, Dosen Fakultas Teknik UNIKA Soegijapranata Semarang, yang juga pemerhati masalah transportasi. Menurut Djoko yang menjadi salah satu narasumber diskusi tersebut menyebut tidak masalah perlengkapan AC menjadi standar pelayanan minimal bus ekonomi. “Kereta Api ekonomi saja yang tarufnya lebih murah dari bus, sudah menerapkan perlengkapan AC sebagai bagian pelayanan,” kata Djoko lagi. Saat ini memang secara bertahap Pemerintah (Kementerian Perhubungan) dan PT KAI telah melengkapi kereta-kereta ekonomi jarak jauh dengan AC.

Meskipun ketentuan penggunaan AC sebagai bagian standar pelayanan bus ekonomi belum ditetapkan Pemerintah, pada kenyataannya di lapangan para pengusaha sudah melakukan berbagai inovasi pelayanan. Sering ditemui bus-bus ekonomi yang telah dilengkapi dengan AC sehingga disebut dengan AC-Ekonomi atau Ekonomi-AC. Pengusaha menambah sendiri tarif yang dikenakan kepada penumpang sehingga tarif lebih tinggi dari tarif dasar ekonomi namun lebih rendah dari tarif non ekonomi. Hal ini seringkali mengundang dilematis, pada satu sisi penumpang seringkali diuntungkan, namun pada sisi lain pada saat “peak season” penumpang bisa juga merasa dirugikan. Pada saat tertentu dimana terjadi demand yang tinggi seringkali terjadi permasalahan dalam penetapan tarif bus AC-Ekonomi ini. Ada kalanya pengusaha nakal menaikkan tarif sehingga besarannya sama dengan tarif bus non ekonomi, padahal sebetulnya standar pelayanannya sama seperti kelas ekonomi hanya ditambah AC saja. Sementara para penumpang banyak yang tidak paham mengenai  peraturan tarif ini.

Anggoro tidak memungkiri kondisi demikian sering terjadi di lapangan. “ Saya terima saja “disemprit” kalau kenyataannya memang pengusaha salah,” kata Anggoro. Untuk itu pihaknya berharap Pemerintah segera membenahi celah terkait peraturan ini agar tidak ada pihak yang dirugikan. (TIM)