(Semarang, 11/9/2012) Kepala Biro Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Karo Korwas PPNS) Polri Brigjen Pol Drs. Bung Djono, SH, MH berpendapat  sosialisasi untuk membentuk ketaatan terhadap peraturan dikalangan pengguna jalan masih merupakan langkah terbaik guna penanganan keselamatan di perlintasan sebidang.  Penegasan Bung Djono tersebut disampaikan manakala menjadi salah satu narasumber pada kegiatan Sosialisasi dan Lokakarya Peningkatan Keselamatan Perkeretaapian di Perlintasan Sebidang Selasa, (11/9) di Hotel Santika, Semarang.

Menurut Bung Djono meskipun mengacu UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, perlintasan kereta api dengan jalan pada prinsipnya tidak boleh sebidang, namun pada kenyataannya tidak mungkin Pemerintah memiliki kemampuan penganggaran untuk membuat semua perlintasan kereta api dengan jalan menjadi tidak sebidang, “Jumlah perlintasan sebidang ribuan jumlahnya, bagaimana mungkin Pemerintah punya anggaran untuk membangun fly over atau under pass?” ujar Bung Djono.

Lebih jauh Bung Djono menambahkan bahwa kegiatan sosialisasi tentunya harus disusun dengan perencanaan yang baik dan tepat sasaran sehingga dapat membentuk ketaatan pada pengguna jalan sesuai yang diharapkan. “Sosialisasi itu mestinya harus tepat sasaran , artinya memang ditujukan bagi mereka yang membutuhkan sosialisasi dan bukan pada kalangan yang justru sudah memahami masalah ini,” kata Bung Djono. Seharusnya menurut Bung Djono tersedia data yang dapat memberikan informasi tentang kecenderungan pelanggar aturan di perlintasan sebidang itu dari kalangan mana saja dan mengapa mereka melanggar. Berdasarkan data ini maka akan dapat disusun rencana sosialisasi yang tepat sasaran untuk merubah perilaku mereka.

Kegiatan sosialisasi tetap harus didukung dengan kegiatan lain yang bersifat pencegahan dan penegakan hukum meskipun tetap fokus utama ada pada sosialisasi. Kegiatan pencegahan dapat menyangkut hal-hal yang bersifat fisik seperti pembuatan dan pemasangan rambu, pembuatan pintu perlintasan, penjagaan ataupun pengaturan. Sedangkan yang bersifat pencegahan administratif dapat berupa pencabutan ijin (SIM/STNK).  Mengenai kelengkapan pintu perlintasan, Bung Djono mengingatkan bahwa pada awalnya di jaman dahulu pintu perlintasan hanya khusus untuk mencegah hewan melintas. “Jadi manusia seharusnya cukup dengan rambu (sudah patuh), karena berbeda dengan hewan manusia punya otak yang dapat mengarahkan perilakunya dengan nalar,” kata Bung Djono.

Bung Djono juga mengingatkan bahwa tanggung jawab penanganan keselamatan di perlintasan sebidang bukanlah dominan bagi institusi yang menangani perkeretaapian saja, tetapi juga semua pihak lain yang sudah diatur dalam perundang-undangan. Berkaitan dengan hal ini Bung Djono berpendapat perlunya semua aparat yang terkait memahami Undang-undang Perkeretapian berikut PP tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan PP tentang Perlintasan Sebidang maupun UU LLAJ. “Itu semua menjadi dasar untuk bersinergi mulai dari kegiatan sosialisasi, pengamanan (pencegahan) maupun penanganan kecelakaan di perlintasan kereta api,” tambah Bung Djoni.

Dalam hal penanganan kecelakaan di perlintasan sebidang, Bung Djono menyampaikan perlunya penegak hukum untuk wajib mendalami fakta dan bukti yang ada untuk selanjutnya dikaitkan dengan unsur-unsur pidana yang ada. Hal ini dimaksudkan agar penegakan hukum dapat menciptakan rasa keadilan, kepastian hukum dan berguna bagi masyarakat.

Secara khusus Bung Djono menyebut juga pentingnya pemahaman terhadap undang-undang dan peraturan perkeretapian sebagai pegangan dalam menangani kecelakaan di perlintasan kereta api sebidang. Misalnya PP No 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kereta Api khususnya yang menyebutkan kewajiban pemakai jalan mendahulukan perjalanan kereta api untuk melindungi keselamatan dan kelancaran pengoperasian KA. Demikian pula PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan KA khususnya yang menyebutkan pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA pada perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum.

Ketentuan bagi pengguna jalan untuk mendahulukan kereta api di perlintasan sebidang secara tegas telah pula disebut dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Bahkan telah diatur pula sanksi  bagi pelanggarnya yaitu berupa pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp. 750.000,- (BRD)