(Jakarta, 15/2/2014). Posisi debu vulkanis akibat letusan Gunung Kelud hingga saat ini telah mencapai Samudera Hindia di bagian barat Pulau Sumatera pada ketinggian 65.000 kaki sehingga dipastikan tidak menganggu rute penerbangan di sekitar Sumatera, karena penerbangan domestik maupun internasional umumnya berada pada ketinggian 30 – 35 ribu kaki.  Pernyataan tersebut disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan menanggapi adanya informasi yang menyebutkan larangan penerbangan yang  melewati rute di Barat Sumatera.

Sementara itu tercatat perkembangan terakhir hingga Sabtu 15/2/2014, pukul 10.00 WIB , Bandar Udara Ahmad Yani Semarang, Bandar Udara Abdulrahman Saleh Malang dan Tunggul Wulung Cilacap telah beroperasi kembali. Sebelumnya ketiga bandar udara ini merupakan bagian dari 7 bandar udara yang ditutup sementara operasinya  sejak Jum’at 14/2/2014 akibat debu vulkanik dari letusan Gunung Kelud.  Empat bandar udara lain masing-masing Bandar Udara Adi Sumarmo Surakarta, Adi Sucipto Yogyakarta, Djuanda Surabaya, dan Husein Sastranegara Bandung masih belum beroperasi, dikarenakan masih adanya gangguan debu vulkanis Kelud.

Lebih lanjut Bambang S Ervan menyebutkan bahwa terkait dengan dampak letusan gunung berapi di kalangan penerbangan telah berlaku mekanisme khusus penyampaian informasi yang dilakukan secara detil dan selalu di up date dengan kondisi terkini. Misalnya terkait dengan kejadian meletusnya Gunung Kelud,  Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan selaku otroitas penerbangan sipil di indonesia telah mengeluarkan ASTHAM (Ash Volcanic Hazard to Airmen). ASTHAM ini merupakan dokumen yang berisi data titik-titik koordinat di dalam rute penerbangan yang terkena dampak debu vulkanis. Perumusan ATSHAM ini berdasarkan data - data yang diperoleh dari berbagai lembaga diantaranya VAAC (Volcanic Ash Advisory Centre), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofikasi) dan PVMBG (Pusat Vulkalogi dan Mitigasi Bencana Geologi) Badan Geologi.

Berdasarkan ASTHAM inilah kemudian Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan NOTAM (Notice to Airmen) kepada bandara yang terkena dampak sehingga perlu berhenti operasi terlebih dahulu. Penutupan dan pembukaan kembali bandar udara yang terkena dampak ini juga diputuskan berdasarkan laporan evaluasi lapangan oleh masing-masing bandar udara.

“Jadi tidak boleh sembarangan pihak menyampaikan informasi menyangkut dampak gangguan letusan gunung berapi terhadap penerbangan, informasi yang sepotong-sepotong tersebut dapat menimbulkan penafsiran yang salah di kalangan publik,” jelas Bambang S Ervan. (BRD)