(Jakarta, 24/7/2012) Kementerian Perhubungan akan mewajibkan pengusaha otobus untuk mencetak atau setidaknya menyetempel besarnya tarif di tiket bus ekonomi antar kota antar propinsi (AKAP) pada musim angkutan lebaran tahun 2012 (1433 H).
Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Sugihardjo kepada www.dephub.go.id di Jakarta, Selasa (24/7) menjelaskan, pencantuman besaranya tarif pada tiket memiliki dua maksud. Pertama agar masyarakat sebagai pengguna jasa tahu berapa besar biaya yang harus di bayar untuk suatu rute tertentu, sedangkan manfaat bagi perusahaan otobus adalah tidak dipersalahkan oleh penumpang karena menaikkan harga seenaknya.
Tanpa adanya tarif yang tertera di tiket, baik itu dicetak secara mesin ataupun hanya setempel, perusahaan otobus akan menjadi sasaran kemarahan penumpang karena dituduh menaikkan tarif seenaknya. Selama ini perusahaan otobus berdalih bahwa kenaikan tarif itu dilakukan oleh agen, sedangkan agen akan menuduh calo sebagai pihak yang mengambil keuntungan.
Persoalan dari tarif yang tertera, perusahaan otobus akan memberikan komisi untuk agen sekian persen, menurut Sugihardjo, silahan diatur sendiri. ‘’Jadi pencantuman tarif resmi dari perusahaan otobus ini ada dua pihak yang dilindungi, yaitu penumpang terlindungi dari permainan harga dan perusahaan otobus juga terlindungi dari tuduhan melakukan kecurangan yang mungkin dilakukan oleh pihak-pihak lain yang memanfaatkan kesempatan ini,’’ kata Sugihardjo.
Lalu bagaimana dengan bus non ekonomi yang tarifnya tidak diatur oleh pemerintah?, Sugihardjo telah menginstruksikan ke seluruh dinas perhubungan di kotamadya dan kabupaten, agar perusahaan otobus mencantumkan tarif untuk semua jurusan di loketnya masing-masing.
Sebagaimana yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen, penumpang sebagai calon pengguna jasa terinformasikan berapa besar tarif sebelum penumpang naik atau berada di atas bus. Bila tarif bus A lebih mahal dari tarif bus B, atau meski lebih mahal tapi pelayanan dan fasilitasnya bagus, masyarakat mempunyai pilihan. Karena bus non ekonomi memang tidak diatur oleh pemerintah.
Sebagaimana tahun lalu tarif lebaran tidak menggunakan tuslah dengan kenaikan sebesar 20 persen, melainkan menggunakan Keputusan Menteri Perhubungan No 1 tahun 2009 yaitu tarif batas atas sebesar Rp 139/km/ penumpang dan tarif batas bawah Rp 86/km/penumpang.
Jika pada musim lebaran dan liburan perusahaan otobus menerapkan batas atas, menurut Sugihardjo silahkan saja, sepanjang tidak melewati batas yang telah ditetapkan. Karena diluar musim lebaran, biasanya perusahaan otobus menerapkan tarif jauh dibawah tarif batas atas yang telah ditetapkan pemerintah. (JO)