(Jakarta, 28/8/2012) Pada tanggal 24 Agustus 2012 Duta Besar RI LBBP untuk Kerajaan Inggris dan Republik Irlandia dan Wakil Tetap RI di IMO, T. M. Hamzah Thayeb telah menyerahkan 2 (dua) Piagam Aksesi Pemerintah Indonesia kepada Sekjen IMO, Koji Sekimizu untuk Konvensi International Tahun 1973 tentang Pencemaran dari Kapal (Konvensi MARPOL 1973) sebagaimana telah diubah dengan Protokol 1978 dan Protokol 1997 Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V dan Lampiran VI, dan Konvensi SAR 1979 dengan Amandemen 1998.
Acara penyerahan berlangsung di Kantor Pusat IMO, London dengan dihadiri pula oleh Director for Legal Affairs and External Division, IMO, Dr. Rosalien Balkin, Atase Perhubungan/Alternate Permanent Representative IMO, Capt. Sahattua P. Simatupang dan Minister Counsellor Politik KBRI London, Haris Nugroho.
Pada kesempatan acara penyerahan tersebut Dubes T.M. Hamzah Thayeb menegaskan tentang komitmen Indonesia terhadap keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan laut dengan antara lain memberikan perhatian yang besar dan menjadi pihak terhadap konvensi-konvensi penting IMO terkait dengan ketiga hal tersebut.
Sekjen IMO juga menyambut baik serta merasa senang dengan komitmen kuat yang telah ditunjukkan Indonesia selama ini terhadap masalah-masalah maritim. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang merupakan salah satu anggota IMO yang penting, tidak hanya bagi kawasan ASEAN, dan Asia Pasifik tetapi juga bagi dunia internasional. Sekjen IMO menghargai upaya-upaya Indonesia saat ini yang dipandang telah menapak untuk lebih maju di bidang pembangunan perhubungan, khususnya perhubungan laut.
Sampai dengan tanggal 23 Agustus 2012 terdapat sebanyak 65 instrumen (Treaty) IMO yang telah disyahkan, dan dengan penyerahan instrumen aksesi tersebut maka pada saat ini Indonesia telah mendepositorikan ratifikasi untuk sebanyak 25 instrumen dan sesuai dengan ketentuannya maka sekretariat IMO akan mengedarkan surat pemberitahuan kepada seluruh negara anggota IMO (170 negara) sehingga dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal penyerahan atau deposit instrumen aksesi, tanggal 24 Agustus 2012, tambahan sebanyak 5 (lima) instrumen (Treaty) IMO tersebut akan resmi berlaku secara penuh bagi semua kapal-kapal berbendera asing yang akan memasuki pelabuhan dan berada di perairan Indonesia dan bagi semua kapal-kapal berbendera Indonesia yang jenis, muatan dan ukurannya masuk dalam lingkup penerapan Konvensi dan/atau trayek pelayarannya keluar negeri, khususnya ke negara pihak terhadap konvensi tersebut.
Konvensi MARPOL, Terdiri dari 6 (enam) Lampiran-lampiran, yang masing-masing diberlakukan untuk jenis pencemaran laut dan udara dari kapal yang berbeda, sebagai berikut:
· Lampiran I – Minyak (Oil), diberlakukan untuk kapal-kapal barang niaga yang dikategorikan sebagai kapal tangki minyak yang mengangkut minyak dalam bentuk curah;
· Lampiran II – Bahan-bahan Beracun Cair yang diangkut dalam bentuk Curah (Noxious Liquid Substances carried in Bulk), diberlakukan untuk kapal-kapal barang niaga yang dikategorikan sebagai kapal tangki kimia yang mengangkut bahan-bahan cair kimia atau beracun dan minyak nabati dalam bentuk curah;
· Lampiran III – Bahan-bahan Berbahaya yang diangkut dalam bentuk kemasan (Harmful Substances carried in Packaged Form), diberlakukan untuk kapal-kapal barang dan penumpang niaga yang mengangkut muatan bahan-bahan berbahaya dalam bentuk kemasan;
· Lampiran IV – Limbah Air Kotor (Sewage), diberlakukan untuk kapal-kapal barang dan penumpang niaga yang berawak dan membawa orang atau penumpang yang dapat menimbulkan limbah air kotor;
· Lampiran V – Limbah Sampah (Garbage), diberlakukan untuk kapal-kapal barang dan penumpang niaga yang dapat menimbulkan limbah sampah;
· Lampiran VI – Pencemaran Udara (Air Pollution), diberlakukan untuk kapal-kapal barang dan penumpang niaga yang membawa muatan dan/atau menggunakan tenaga mesin pendorong dan mesin bantu lain yang dapat menghasilkan gas buang pencemar.
Negara Pihak terhadap Konvensi MARPOL wajib meratifikasi Lampiran I dan II, sementara untuk Lampiran III s.d V dan tambahan Lampiran VI dapat dilakukan setelah ratifikasi wajib terhadap Lampiran I dan II dilakukan, dan secara khusus untuk tambahan Lampiran VI terdapat ketentuan dimana hanya dapat diratifikasi oleh Negara Pihak yang telah meratifikasi Protokol 1978 dari Konvensi MARPOL 1973.
Sampai dengan 23 Agustus 2012, Pihak terhadap Lampiran I dan II yang telah berlaku secara penuh mulai dari tanggal 6 April 1987, terdapat sebanyak 152 Negara Pihak yang merepresentasikan sebanyak 99,20% dari total tonase armada kapal niaga dunia.
Lampiran III telah berlaku penuh pada tanggal 1 Juli 1992 dan sampai dengan tanggal 23 Agustus 2012 terdapat sebanyak 137 Negara Pihak yang merepresentasikan sebanyak 96,59% total tonase armada kapal niaga dunia atau setara dengan 1.007.460.720 (Aggregate Tonnage).
Lampiran IV telah berlaku penuh pada tanggal 27 September 2003 dan sampai dengan 23 Agustus 2012 terdapat sebanyak 130 Negara Pihak yang merepresentasikan sebanyak 88,65% total tonase armada kapal niaga dunia atau setara dengan 924.731.820 (Aggregate Tonnage).
Lampiran V telah berlaku penuh pada tanggal 31 Desember 1988 dan sampai dengan 23 Agustus 2012 terdapat sebanyak 144 Negara Pihak yang merepresentasikan sebanyak 97,47% total tonase armada kapal niaga dunia atau setara dengan 1.016.688.240 (Aggregate Tonnage).
Lampiran VI berlaku penuh pada tanggal 19 Mei 2005 dan sampai dengan 23 Agustus 2012 terdapat sebanyak 70 Negara Pihak yang merepresentasikan sebanyak 93,29% total tonase armada kapal niaga dunia atau setara dengan 973.128.880 (Aggregate Tonnage).
Kementerian Perhubungan, khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku penyelenggara penerapan Flag State, Port State dan Coastal State Administration Implementation (Pemerintah Negara Bendera Kapal, Pemerintah Negara Pelabuhan dan Pemerintah Negara Pantai Indonesia) untuk Pelayaran adalah focal point Indonesia dalam pelaksanaan penerapan Konvensi MARPOL.
Konvensi SAR, Disyahkan di Hamburg, Jerman pada tanggal 27 April 1979 dan telah berlaku penuh pada tanggal 22 Juni 1985 dan sampai dengan 23 Agustus 2012 terdapat sebanyak 102 Negara Pihak yang merepresentasikan sebanyak 61,45% total tonase armada kapal dunia atau setara dengan 640.953.243 (Aggregate Tonnage).
Secara tradisi dan telah jelas juga diatur dalam salah satu instrument IMO, yaitu Konvensi SOLAS, bahwa sampai dengan saat ini, setiap kapal yang mengetahui terjadinya kecelakaan kapal atau orang lain dilaut dan memerlukan pertolongan, wajib untuk memberikan bantuan segera, namun pada kenyataannya bantuan tersebut belum tertata secara terkoordinasi dan belum adanya sebuah sistem pertolongan dilaut yang dapat menggerakkan bantuan pertolongan secara sistematis pada tataran internasional atau regional maupun lokal apabila hanya mengandalkan tradisi dan konvensi SOLAS semata.
Tujuan dari konvensi SAR adalah untuk membangun sebuah sistem penanganan dan perencanaan SAR internasional yang dapat memberikan keuntungan pertolongan yang terkoordinir kepada setiap kejadian kecelakaan dilaut, disegala tempat didunia dimana saja kapal berada, yang diharapkan akan dapat dilakukan terkoordinir oleh organisasi SAR, bahkan bila diperlukan akan memungkinkan untuk dilakukan secara bergotong royong atau bekerjasama dengan Negara disekitar lokasi kejadian.
Konvensi SAR 1979 telah diamandemen pada tanggal 18 Mei 1998 dan amandemen ini berlaku penuh pada tanggal 1 Januari 2000. Pada saat ini pengembangan revisi ketentuan operasi SAR telah juga melingkupi penerapan operasi gabungan antara SAR Udara dan Laut yang tatacara pelaksanaannya diatur dalam IAMSAR (gabungan antara IMO dan ICAO).
Keberadaan BASARNAS pada saat ini yang merupakan institusi yang langsung berada di bawah Presiden dan pembinaannya dibawah Kementerian Perhubungan akan mempersiapkan rencana untuk melaksanakan penerapan seluruh persyaratan yang diwajibkan dalam Konvensi SAR. (BSE)