(Jakarta, 14/10/2012) Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ir. Sugihardjo, Msi, menegaskan bahwa pengelolaan angkutan hendaknya dilakukan dengan melalui suatu badan usaha agar manajemen keselamatan dapat diterapkan dalam pengelolaan angkutan tersebut.

“Sulit untuk mengharapkan pengelolaan angkutan memperhatikan faktor keselamatan dan pelayanan apabila pengelolaan angkutan masih dilakukan perorangan,” tegas Sugihardjo. Penjelasan tersebut disampaikan Sugihardjo pada kesempatan menjadi salah satu narasumber talkshow di Radio Smart FM Jum’at 12/10 lalu.

Menurut Sugihardjo angkutan umum di kota Jakarta seperti Metro Mini, Kopaja dsb memang banyak yang berbadan usaha koperasi, namun pada kenyataannya pengelolaannya dilakukan oleh orang per orang. “Pengelolaan oleh orang per orang cenderung tidak akan menjalankan prosedur maintenance namun hanya bersifat memperbaiki apabila rusak,” kata Sugihardjo. Tidak hanya standar perawatan yang tidak terpenuhi, pengelolaan angkutan oleh perorangan juga menyebabkan awak angkutan (supir dan kernet) yang menjadi “pengusaha” mencari uang sebanyak-banyaknya guna mencari selisih setoran. Tidak jarang mereka juga mengorderkan lagi ke supir tembak sementara dia cukup terima setoran dari supir tembak.

Pengamat transportasi Darmaningtyas yang juga bertindak menjadi narasumber mengamini penjelasan Sugihardjo tersebut. Menurutnya sejauhmana angkutan dikelola dengan baik atau tidak akan tercermin di jalan. “Kalau angkutannya ugal-ugalan di jalan dan membahayakan keselamatan berlalu lintas jelas itu menunjukkan angkutan itu tidak dikelola dengan manajemen yang benar,” kata Darmaningtyas. Hal lain yang menunjukkan angkutan tidak dikelola dengan manajemen yang benar menurut Darmaningtyas secara nyata dapat dilihat dari kondisi sarana kendaraannya. Hampir 70 % angkutan umum di perkotaan di Jakarta menurut Darmaningtyas sebetulnya dalam kondisi tidak layak. “Nah angkutan yang ugal-ugalan di jalan serta kondisinya yang tidak layak ini menegaskan kalau tidak dikelola dengan benar,” kata Darmaningtyas. Menyikapi kondisi ini Darmaningtyas mendukung usaha Pemerintah untuk mendorong perbaikan-perbaikan dalam pengelolaan angkutan terutama melalui manajemen yang benar dalam suatu badan usaha bukan perorangan.

Sugihardjo menjelaskan sebetulnya UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ telah menyebut dengan tegas bahwa pengeloalan angkutan harus dilakukan dalam bentuk badan usaha. Menurutnya hal ini dapat menjadi dasar untuk merestrukturisasi model usaha angkutan yang dominan saat ini. “Ini pekerjaan rumah bersama tidak hanya bagi pemerintah , tetapi juga bagi organda dan juga pemerintah daerah serta stakeholder lain yang terlibat,” kata Sugihardjo. Mengenai kondisi kendaraan yang tidak layak Sugihardjo menjelaskan bahwa sebetulnya sudah ada mekanisme yang mengatur agar kendaraan yang beroperasi di jalan itu layak. Untuk setiap 6 bulan misalnya dilakukan uji kir bagi semua kendaraan angkutan umum tanpa kecuali. Sesudah itu memang seharusnya ada semacam cek sampling setiap saat di terminal atau di tempat-tempat tertentu untuk menguji ecara acak apakah kendaraan yang beroperasi tetap sesuai dengan persyaratan kelaikan. “Namun kendala yang kita hadapi banyak terutama terkait dengan otonomi daerah,” kata Sugihardjo. Pandangan sebagian besar pemerintah daerah yang menganggap pengelolaan angkutan sebagai sumber utama pendapatan daerah merupakan kendala utama. Kondisi ini menyebabkan aparat yang mengurusi transportasi umumnya bukan-bukan orang yang memiliki background transportasi. “Boleh saja untuk pendapatan daerah, tapi bagaimana transportasi untuk pelayanan publik yang mengedepankan keselamatan dan pelayanan  harus menjadi pokok perhatian,” kata Sugihardjo.

Hidayat, Dirut Hiba Utama yang mewakili pengusaha pada acara talkshow saat itu sepakat bahwa seharusnya manajemen pengelolaan angkutan berbasis keselamatan sudah saatnya menjadi perhatian para pengusaha angkutan. “Yang penting memang komitmen para pengusaha itu sendiri dulu,” kata Hidayat. Komitmen yang kuat menurut Hidayat sangat penting mengingat perlu upaya yang tidak ringan untuk membangun mind set baru dan meyakinkan semua pihak di dalam perusahaan untuk menjalankan manajemen yang berbasis keselamatan.  “Perusahaan angkutan itu tidak hanya terdiri dari orang yang ada di dalam kantor, tetapi banyak tenaga-tenaga yang ada di lapangan, usaha untuk membangun mind set baru ini tidak mudah bagi kalangan mereka, “ kata Hidayat. (BRD)