(Jakarta, 7/5/2013) Pemerintah akan mulai menerapkan konsep multioperator di perkeretaapian sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2007. Dengan adanya multioperator akan terjadi akuntabilitas yang lebih transparan yang berujung pada pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. “Dengan multioperator, masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik karena akan terjadi kompetisi dalam pelayanan,” ujar Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Ditjen Perkeretaapian Hanggoro Budi Wiryawan pada saat menjadi pembicara di acara Focus Group Discussion dengan tema Penerapan Multioperator dalam Pengembangan Perkeretaapian Indonesia di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, Selasa (7/5).

Hanggoro mengatakan dilihat dari segi aturan, regulasi mengenai hal ini sudah lengkap. “Dari segi aturan sudah cukup lengkap baik dari UU maupun peraturan pemerintah. Kita tinggal menyusun satu peraturan yang bisa membentuk perusahaan atau badan usaha yang berifat umum seperti perum prasarana atau perum sarana,” katanya. Bahkan ia menambahkan di skala internasional, pemisahan antara penyelanggara prasarana dan penyelenggara sarana perkeretaapian itu sudah menjadi hal yang mutlak.

Menurut Hanggoro penerapan multioperator ini akan diterapkan pada prasarana eksisting (yang sudah ada). Karena pada aset pemerintah tersebut dapat dioptimalkan pengoperasian oleh beberapa operator sarana. “Bagaimana agar prasarana esisting ini dapat dioptimalkan oleh operator-operator yang lain,” ujarnya

Ia menambahkan, bercermin dari UU 13 Tahun 1992 dimana dari UU tersebut konsepnya masih monopoli, salah satu pasal dalam UU tersebut mengatakan badan usaha / badan hukum lainnya dapat bekerja sama dengan badan penyelenggara yang sudah ada. Sehingga jika ada investor yang mau masuk, maka perusahaan tersebut harus bekerjasama dengan badan penyelenggara yang ada (PT Kereta Api Indonesia, -red). “Pengalaman kita dari Tahun 1992-2007, hampir tidak ada yang berjalan, karena semua terbentur keharusan bekerja sama dengan PT KAI sebagai badan penyelenggara. Kita melihat dari konsep tersebut sehingga perlu dilakukan deregulasi, perlu ada pemisahan antara prasana dan sarana pada konsep multioperator. Sehingga kita harapkan UU No. 23 Tahun 2007 menjadi pemicu untuk memisahkan prasarana dan sarana,” jelasnya.

Hanggoro menekankan perlu persiapan yang lebih detail, karena untuk memisahkan prasarana dan sarana yang saat ini dipegang semua oleh PT KAI bukanlah hal yang mudah, sebab operasional kereta api harus mengutamakan keselamatan. “Adanya pemisahan ini mau tidak mau akan berdampak pada operasional,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama Direktur Keselamatan Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko mengatakan pemisahan ini nantinya akan menciptakan mekanisme kerja yang jelas pada masing-masing institusi. Menurutnya pihaknya telah mengusulkan nanti akan ada empat perusahaan yang bertindak sebagai penyelenggara perkeretaapian yakni perum prasarana perkeretaapian, perum sarana perkeretaapian, PT Kereta Api Indonesia dan badan usaha penyelenggara sarana  perkeretaapian swasta.

Ditambahkan Hermanto Direktorat Jenderal Perkeretaapian selaku regulator masih akan menangani APBN tetapi digunakan untuk pembangunan jalur baru, pengadaan sarana yang akan diserahkan kepada perum sarana perkeretaapian yang bersifat penugasan, dan memberikan subsidi keperintisan. “Kemudian fungsi Ditjen Perkeretaapian selaku regulator yakni kami sedang mengusulkan adanya pembentukan UPT berupa balai perkeretaapian, balai perawatan prasarana/sarana perkeretaapian dan balai pengujian prasarana/sarana perkeretaapian,” tuturnya.

“Kemudian akan dibentuk perum prasarana perkeretaapian yang merupakan pecahan dari PT KAI sekarang. Perum prasanana ini bertanggung jawab terhadap prasarana perkertaaapian mulai dari jalur, stasiun, maupun fasilitas operasi. Akan dibentuk pula perum sarana perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian (K3) yang bersifat penugasan. Ini akan diberikan PSO dari pemerintah. PT KAI nantinya akan melayani sarana yang bersifat komersial. Disamping itu juga dengan adanya multioperator ini nantinya akan terbuka badan usaha swasta penyelenggara sarana perkeretaapian. Semuanya ini akan membayar track acess charge (TAC) kepada perum prasarana perkertaapian,” jelas Hermanto mengenai fungsi perusahaan yang akan dibentuk tersebut.

Hermanto menuturkan tahapan implementasi dari kebijakan ini akan dibagi dalam 2 tahap, yakni jangka pendek 1-3 tahun dan jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun. Ia mengatakan target implementasi jangka pendek ada tiga yaitu terbentuknya perum prasarana dan perum sarana perkeretaapian yang terpisah dari PT. KAI, terbentuknya UPT (balai perkeretaapian, balai perawatan prasarana/sarana perkeretaapian dan balai pengujian prasarana/sarana perkeretaapian), dan adanya pembagian aset yang jelas mana yang merupakan aset perum prasarana perkeretaapian, perum sarana perkeretaapian dan PT KAI.

Sedangkan untuk implementasi jangka panjang, Hermanto mengatakan target yang ingin tercapai yaitu Balai Perawatan dapat ditingkatkan menjadi Perum Perawatan Prasarana dan Sarana Perkeretaapian, serta pada tahapan ini semua Badan Usaha harus dapat menghidupi dirinya sendiri, kecuali untuk penugasan yang akan diberikan subsidi PSO. (HH)