(Jakarta, 18/9/2013) Indonesia akan kembali mencalonkan diri sebagai anggota Dewan International Maritime Organization (IMO) kategori “C” Periode 2013 – 2015 pada pemilihan dalam Sidang Majelis IMO Ke-28 di London pada tanggal 25 November s.d. 4 Desember 2013 mendatang setelah 18 kali terpilih menjadi anggota Dewan IMO, sejak Indonesia secara resmi menjadi anggota pada tanggal 18 Januari 1961. Pada pemilihan anggota Dewan periode 2011 – 2013 dalam Sidang Majelis IMO ke-27 yang diadakan di London tanggal 21 s.d. 30 November 2011 yang lalu, Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-2 pada Kategori “C bersama Australia dengan perolehan dukungan 128 suara dari total 155 suara yang sah setelah Singapura di peringkat pertama dengan perolehan dukungan 131 suara.
Guna menggalang dukungan dari negara-negara Anggota IMO dalam pencalonan kembali Indonesia menjadi anggota Dewan IMO Periode 2013 – 2015, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI mengadakan acara Reception pada hari Rabu, 18 September 2013 di Ruang Mataram, Kantor Pusat Kementerian Perhubungan. Acara ini dihadiri oleh para perwakilan negara-negara Anggota IMO di Indonesia dan juga para pejabat di lingkungan Kementerian Perhubungan, Institusi Pemerintah terkait, BUMN, dan Asosiasi yang tergabung dalam tim lobi.
Sejak menjadi anggota IMO pada tahun 1961, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk secara aktif memberikan kontribusi positifnya terhadap perkembangan dunia kemaritiman, baik melalui IMO maupun organisasi-organisasi Internasional dan Regional lainnya. Peran aktif Indonesia ini tentunya sejalan dengan slogan IMO: Safe, Secure and Efficient Shiping on Clean Oceans.
Hingga saat ini, Indonesia telah meratifikasi banyak konvensi-konvensi IMO, antara lain adalah SOLAS 1974, CSC 1972, STCW 1978, INMARSAT 1976, MARPOL 73/78, COLREG 1972, UNCLOS 1982, CLC 1992, TMS 1969, ILLC 1966, dan yang baru saja diratifikasi pada tahun 2012 lalu adalah Maritime SAR Convention 1979 dan Annex III s.d. Annex VI MARPOL Convention.
Beberapa inisiatif penting yang telah dilakukan Indonesia sebagai anggota IMO dalam beberapa periode terakhir, di antaranya adalah mengajukan beberapa usulan terkait dengan pengembangan Marine Electronic Highway di Selat Malaka dan Selat Singapura, yang pada bulan Agustus tahun 2012 lalu telah diserahterimakan pengoperasiannya oleh IMO kepada Indonesia. Indonesia juga telah berhasil membuat Standar Kapal Non-Konvensi berbendera Indonesia pada tahun 2009 (Indonesian Non-Convention Vessel Standard (NCVS) yang dikombinasikan dengan Domestic Ferry Safety IMO Project. NCVS sendiri saat ini telah diimplementasikan di Indonesia melalui suatu Petunjuk Teknis Pelaksanaan NCVS, yang disetujui dan disahkan pada 16 Februari 2012 melalui SK Dirjen Hubla UM.008/9/20/DJPL-12 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan NCVS.
Selain itu, Indonesia juga merupakan bagian dari Tripartite Technical Experts Group (TTEG) bersama Malaysia dan Singapura, yang dibentuk pada tahun 1977 guna membahas berbagai kebijakan yang terkait dengan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura. Lebih lanjut, dalam kerja sama melalui TTEG dimaksud dan dengan dukungan Internatonal Maritime Organization (IMO), dibentuk forum kerja sama Co-operative Mechanism (CM) yang didasarkan pada kesepakatan Singapore Statement tahun 2007 dengan maksud untuk mewujudkan implementasi Article 43 UNCLOS 1982 yang mendorong peran serta user states dan stakeholders dalam peningkatan keselamatan dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura. Dalam kerangka Co-operative Mechanism ini kemudian dibentuk 3 (tiga) komponen yang mengadakan pertemuan secara berkala, yaitu Co-operative Forum (CF), Project Coordination Committee (PCC), dan Aids to Navigation Fund (ANF). Indonesia sendiri akan menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan Pertemuan Co-operative Forum (CF) ke-6, Tripartite Technical Experts Group (TTEG) ke-38, dan Project Coordination Committee (PCC) ke-6 pada tanggal 7 s.d. 11 Oktober 2013 di Kuta, Bali.
Dalam kerja sama multilateral, Indonesia juga sangat aktif dalam memberikan kontribusi untuk berbagai kegiatan teknis IMO. Di bawah Integrated Technical Co-operation Programme (ITCP) IMO, Indonesia menjadi tuan rumah dan penyelenggara berbagai jenis lokakarya yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kapasitas nasional dan regional terkait isu-isu maritim yang mencerminkan kepentingan umum pada masalah-masalah bersama Negara anggota IMO. Selain itu, sebagai perwujudan komitmen dan kontribusinya dalam perlindungan lingkungan maritim, Indonesia juga telah berinisiatif menyelenggarakan The Second International Conference on Liability and Compensation Regime for Transboundary Oil Damage Resulting from Offshore Exploration and Exploitation Activities pada tahun 2012, yang bertujuan untuk menggalang masukan dari semua partisipan guna menciptakan sebuah persetujuan bilateral/regional yang menangani masalah liabilitas dan kompensasi yang diakibatkan oleh musibah tumpahan minyak.
Pencalonan kembali Indonesia sebagai Anggota Dewan IMO kategori “C” periode 2013 – 2015 ini sendiri merupakan bentuk komitmen terus menerus untuk mengembangkan usaha-usaha kerja sama dalam mencapai tujuan bersama di masa mendatang. Dukungan yang diberikan oleh para negara anggota IMO kepada Indonesia diharapkan dapat mempererat hubungan kerja sama untuk semakin memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan masa depan IMO dan juga bagi pengembangan transportasi laut dunia, khususnya di bidang keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim.
International Martime Organization (IMO) adalah badan yang didirikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1948, yang bertanggung jawab pada isu-isu keselamatan dan keamanan pelayaran serta pencegahan terhadap polusi laut. IMO saat ini beranggotakan 170 negara serta tiga associate member dan merupakan satu-satunya badan yang berafiliasi dengan PBB, yang kantor pusatnya berbasis di Inggris. (DW)