(Jakarta, 29/7/2010) Pemerintah menyiapkan pembangunan infrastruktur angkutan kereta api khusus bandar udara dan pelabuhan laut di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. KA bandara diorientasikan untuk meningkatkan aksesibiitas masyarakat dari dan menuju bandara, sedangkan KA khusus pelabuhan untuk meningkatkan kapasitas pendistribusian barang dari dan menuju pusat-pusat industri dalam rangka mengurangi beban jalan raya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Nugroho Indrio menjelaskan, rencana pembangunan KA Bandara dan KA Pelabuhan tersebut telah dimasukkan dalam rencana induk perkeretaapian nasional. ”Dalam masterplan perkeretaapian nasional, ada tiga hal pokok yang menjadi prioritas. Salah satunya membuka jalur menuju bandara dan pelabuhan di kota-kota besar yang padat,” jelasnya di Jakarta, Kamis (29/7). Sementara fokus lainnya adalah peningkatan jaringan melalui program revitalisasi, dan membangun angkutan perkotaan berbasis kereta api di kota-kota besar untuk mengurangi beban jalan raya.
Khusus untuk program pembangunan jalur KA khusus menuju bandara, sebut Nugroho, kota-kota besar masuk dalam rencana induk antara lain Jakarta, Medan, Bandung, dan Surabaya. Untuk Jakarta, jelasnya, Pemerintah saat ini tengah melakukan kaji ulang terhadap rencana pembangunan jalur dari Stasiun Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta yang mandek akibat sulitnya melakukan upaya pembebasan lahan.
”Sekarang ini sedang ada konsultan yang tengah melakukan review terhadap proyek tersebut. Dalam waktu dekat kita harapkan bisa selesai sehingga proses pelelangannya bisa digelar,” ujarnya. Sedangkan untuk Medan, proyek pembangunan KA Bandara disiapkan sejalan dengan proses pembangunan Bandara Kualanamu yang akan menggantikan peran Bandara Polonia.
Bandara Juanda-Surabaya, dan Bandara Husein Sastranegara-Bandung, sebut Nugroho, adalah dua bandara yang juga masuk dalam rencana induk pembangunan jalur khusus angkutan KA selain Soekarno-Hatta dan Kualanamu. Karena jika melihat tingkat kepadatannya, ujar dia, Bandara di Surabaya dan Bandung sangat membutuhkan alternatif moda angkutan baru selain angkutan jalan.
”Jadi, nantinya jalur itu akan dihubungkan dengan stasiun atau jalur terdekat. Contoh, untuk Surabaya, misalnya, panjang rute yang akan digunakan kemungkinan sekitar 6 kilometer dan harus elevated (layang) karena keterbatasan lahan di darat,” jelasnya.
Menurutnya, biaya pembangunan jalur rel layang akan jauh lebih besar dari rel di atas tanah, mencapai sedikitnya Rp 100 miliar per kilometernya. Sementara biaya pembuatan jalur di atas tanah hanya berkisar antara Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar per kilo meter. ”Jika dihitung dengan infrastruktur lain seperti stasiun dan sarana pengangkutan, biaya yang dikeluarkan untuk jalur di surabaya, bisa mencapai Rp 1 triliun,” katanya.
Karena itu, imbuhnya, untuk merealisasikannya kemungkinan besar Pemerintah akan melibatkan peran swasta dalam hal pembiayaan. Swasta diharapkan bisa melakukan pembangunan yang jauh lebih besar dari yang dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri, dengan melihat kekuatan pasar. ”Karena kalau pemerintah, dananya sangat terbatas. Kalau swasta, bisa lebih leluasa dalam hal anggaran, apalagi jika melihat potensi pasarnya yang besar,” pungkasnya.
Kemudian untuk pembangunan jalur KA dari dan menuju pelabuhan laut, lanjut dia, akan diprioritaskan pembukaan jalur dari dan menuju zona-zona industri. ”Untuk di Jabodetabek, kita akan buka jalur dari kawasan Jababeka di Cikarang, Bekasi, untuk memudahkan proses ekspor dan impor. Sementara untuk luar Jawa, seperti di Sumatera atau Kalimantan, akan difokuskan di zona-zona pertambangan,” ujarnya. (DIP)