(Jakarta, 9/4/2010) Maskapai penerbangan nasional diminta untuk tidak terlalu menyimpan kekhawatiran berlebih terkait penerapan liberalisasi penerbangan Asean (Asean Open Sky) yang dimulai pada 2015 mendatang. Karena pemerintah menjamin akan memberikan perlindungan maksimal kepada maskapai nasional.
”Kita pasti akan memprioritaskan kepentingan nasional dalam penerapan open sky nanti. Maskapai nasional pasti akan kita lindungi,” jelas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti S Gumay di Jakarta, Jumat (9/4).
Herry menjelaskan, perlindungan yang diberikan pemerintah adalah maskapai asing hanya diizinkan menerbangi rute regional dari menuju lima bandara yang disiapkan pemerintah dari luar negeri secara searah (point to point) ke bandara asal mereka. Yaitu Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Bandara Polonia Medan, Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, dan Bandara Hasanudin Makassar. Maskapai luar negeri tidak akan diberikan izin untuk menerbangi rute domestik.
”Mereka hanya boleh terbang dari luar negeri ke Indonesia, tidak boleh ngompreng ke mana-mana. Itu pun dengan catatan, kalau slot penerbangan di bandara yang mau mereka tuju masih ada. Kalau sudah penuh, pemerintah memiliki wewenang untuk melarang penerbangan maskapai asing kesana,” tegasnya.
Selain itu, Herry menambahkan, pemerintah juga akan mengakomodasi rencana pengembangan usaha maskapai nasional dengan cara mempermudah perizinan penerbangan rute baru regional. Herry menyebut, dua rute terakhir yang sedang diproses perizinannya adalah penambahan frekuensi rute Jakarta-Tokyo oleh Garuda Indonesia dan rute baru Palembang-Kualalumpur oleh Sriwijaya Air.
"Saya setuju kepentingan maskapai nasional perlu dilindungi. Karena jumlah penumpang di Indonesia paling banyak. Lagian saya menilai Garuda, Mandala, Sriwijaya, Lion dan Batavia sudah siap kok untuk bersaing dengan maskapai asing," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Emirsyah Satar meminta pemerintah untuk melindungi kepentingan maskapai nasional dalam pemberlakuan open sky. Alasannya, dibandingkan negara lain di Asean, Indonesia menurutnya memiliki potensi pasar penumpang paling banyak yang tidak bisa dilepas bebas begitu saja atas dasar penerapan open sky. ”Kalau maskapai asing dapat keuntungan dan fasilitas khusus di Indonesia, maskapai Indonesia juga harus dapat hal yang sama di luar negeri,” kata Emirsyah. (DIP)