(Bandung, 4/5/2011) Pemerintah terus mengembangkan layanan angkutan laut perintis yang dilakukan melalui tiga hal yaitu, peningkatan pada jumlah trayek keperintisan, pembangunan kapal yang lebih besar dan pemberian biaya perawatan pada kapal perintis.

Untuk peningkatan pelayanan melalui pembangunan kapal yang lebih besar, rencananya pemerintah akan membuat kapal laut perintis yang berbobot hingga 1800 GT. Saat ini pemerintah masih membangun kapal laut perintis dan sampai tahun 2012-2013 akan ada tambahan sebanyak 7 kapal perintis yang akan dioperasaikan di sejumlah daerah. Ukuran kapal laut perintis yang sudah diserahoperasikan rata-rata berbobot 500 GT-750 GT.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Sunaryo, peningkatan layanan dari sisi pembangunan kapal yang lebih besar dilakukan agar pengguna jasa lebih aman di atas kapal perintis, meski laut dalam keadaan gelombang besar.

“Kedepan kita akan bangun yang lebih lagi, dengan bobot 1200 GT, 1600 GT dan 1800 GT. Jika kapalnya besar, maka penumpangnya tidak mengalami goncangan yang berat ketika musim badai di laut,” ungkap Sunaryo .

Kebijakan yang terbilang baru itu muncul pada Rapat Kordinasi Angkutan Laut Perintis di Bandung yang berlangsung pada 4-6 Mei 2011. Rakor dengan tema “Kebangkitan Peranan Angkutan Laut Perintis Dalam Penguatan Konektivitas Nasional Guna Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesai di Daerah Terpencil dan Belum Berkembang dibuka oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut,  Sunaryo, pada Rabu (4/5).

Selain membahas peningkatan pelayanan perintis melalui pembangunan kapal yang lebih besar,  Sunaryo juga menjelaskan bahwa mengembangkan layanan angkutan laut perintis dari sisi peningkatan jumlah trayek bertujuan agar masyarakat pengguna angkutan laut di daerah-daerah yang belum berkembang bisa terlayani, sehingga peran pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan dan konektivitas (keterhubungan)  daerah  melalui layanan transportasi bisa terpenuhi.

 “Mulai tahun ini, Pemerintah juga menanggung biaya perawatan kapal agar kondisi kapal tetap dalam keadaan baik dan laik laut. Untuk tahap awal baru beberapa kapal saja yang mendapat biaya perawatan. Jika operator kapal tidak bisa menjaga kendisi kapal dengan baik, maka kapal yang dioperasikan bisa dicabut untuk dialihkan ke pihak yang lebih siap merawat kapal,” ungkap Sunaryo.

Angkutan laut perintis yang dimulai dari tahun 1974 merupakan   kebijakan pemerintah berupa pemberian subsidi operasi kapal laut setiap tahun melalui sistem tender pada pihak operator kapal yang siap melayani trayek yang sudah ditetatpkan pemerintah. Tahun 2011 trayek angkutan perintis sebanyak 61 trayek yang dilayani oleh 61 kapal yang berada  di 30 pelabuhan pangkal  yang menghubungkan  433 pelabuhan di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang memiliki trayek sebanyak 60 trayek.

Sejak tahun 2002 pemerintah mulai membangun kapal untuk diserahoperasikan kepada pihak operator angkutan laut perintis. Hal itu dilakukan agar kapal laut perintis yang dioerpasikan kondisinya lebih baik. Sampai saat ini kapal laut perintis yang sudah operasikan sebanyak 28 kapal, sedangkan 33 kapal adalah milik pelayaran  swasta yang menjadi operator angkutan laut perintis.

Berdasarkan  hasil kajian,  Indonesia membutuhkan  setidaknya 100  kapal  untuk melayani daerah-daerah terpencil dan belum berkembang. Saat ini kemampuan anggaran  pemerintah baru mencapai  61 unit kapal, dengan rata-rata 1 kali voyage setiap  trayek membutuhkan waktu antara 15 sampai 20 hari. Waktu tempuh itu terbilang lebih singkat, ketimbang ketika angkutan laut perintis baru pertama kali dioperasikan yang waktu tempuhnya  mencapai  30 hari. Peningkatan waktu tempuh muali terjadi  di tahun 1982 menjadi 27 hari, kemudian  tahun 1991 menjadi 25 sampai 27 hari.

Upaya pemerintah membangun kapal perintis mendapat sambutandari Pemerintah Daerah.  Ada beberapa daerah seperti di Papua juga sudah mulai membangun 5 kapal perintis untuk dioperasikan pihak operatornya.

“Dengan begitu peran pemerintah untuk mendorong tumbuhnya angkutan laut yang  dimulai  dari angkutan perintis mendapatkan sambutan dari sejumlah pihak. Bahkan jika sejumlah daerah mulai mendukung dengan membangun kapal maka kebutuhan kapal perintis yang ideal akan cepat terpenuhi, sehingga waktu layanan kapal perintis semakin pendek bisa terpenuhi,” kata Sunaryo.

Sementara itu di acara yang sama, Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Leon Muhamad mengatakan bahwa  pengoperasian kapal perintis dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni  ketepatan penyusunan trayek, kondisi kapal dan sumber daya manusia pengelola. Untuk itu  banyak hal yang perlu diperhatikan alam pengusulan trayek pelayaran perintis, seperti kemampuan anggaran, trayek harus dapat menghubungkan daerah yang tergolong maju dengan daerah-daerah yang belum berkembang.

“Pelayaran perintis merupakan sub sistem dari sistem angkutan laut nasional, dan mempunyai keterkaitan dengan transportasi lainnya khususnya dengan angkutan darat,” ungkap Leon.

Rakornas Perintis 2011 ini juga menghadirkan sejumlah pihak  sebagai pembicara seperti  dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Daerah Tertinggal, Kementerian Keuangan, dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (AB)