(Jakarta, 31/03/10) Pemerintah daerah didorong untuk meningkatkan investasi swasta dalam pembangunan terminal angkutan bus dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kepada penumpang. Hal tersebut mengingat pemerintah pusat hanya bisa berperan membantu pembangunan secara selektif, hanya terbatas pada fasilitas pelayanan antarkota/antarprovinsi. Untuk merealisasikan itu, pemerintah daerah disarankan menerapkan pola public private partnership (PPP) dan kerja sama pemerintah swasta (KPS).
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso, dalam acara pembekalan terhadap para jurnalis (press background) yang bertugas melakukan peliputan di lingkungan Kementerian Perhubungan, di Jakarta, Kamis (30/3). ”Melalui kerjasama antara pemerintah daerah dan swasta, pelaksanaan pembangunan hingga pengelolaan maupun pengoperasian terminal nantinya bisa dilakukan swasta. Tetapi untuk fungsi penegakkan hukum dan pemeriksaan kelaikan jalan bagi angkutan-angkutan yang ada, itu tetap fungsi pemerintah,” paparnya.
Untuk terminal penumpang Tipe A, imbuhnya, pengoperasian dan penyelenggaraannya didorong untuk menerapkan sistem informasi manajemen (SIM). Yaitu di mana seluruh informasi dan data antara satu terminal dan terminal lainnya bisa terkoneksi secara online. ”Ini untuk memudahkan pendataan dan pemberian informasi yang akurat. Kita harapkan ke depan, terminal-terminal penumpang tidak lagi memanfaatkan pendataan maupun penyampaian informasi kepada penumpang secara konvensional. Kita harus memiliki terminal penumpang yang moderen dan tertata lebih baik dari yang ada saat ini,” ujar Suroyo.
Untuk memenuhi kriteria yang diharapkan tersebut, salah satu syarat terpenting yang harus dipenuhi dalam pembangunan terminal adalah, lokasi terminal harus diupayakan sedekat mungkin dengan pusat-pusat bangkitan perjalanan yang memiliki aksesibilitas yang tinggi. Hal ini untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan perpindahan moda angkutan dari satu tujuan ke tujuan lain.
Di sisi lain, Suroyo juga memaparkan tekad pemerintah melalui Kementerian Perhubungan untuk terus mengupayakan revitalisasi angkutan umum untuk menekan populasi pengguna angkutan pribadi di jalan raya. Saat ini, Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub sedang menjalankan program revitalisasi angkutan umum di antaranya melalui bus rapid transit (BRT). Sementara itu, kehadiran mobil murah dinilai akan mengancam revitalisasi angkutan umum karena mobil dengan harga terjangkau diyakini bisa menjadi primadona baru.
Hingga 2014, Kemenhub akan membangun sistem BRT di sedikitnya 20 kota, di antaranya adalah Tangerang, Bandung, Surabaya, Bekasi, dan Makassar. Adapun kota-kota yang telah memiliki BRT adalah Batam, Pekanbaru, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Manado, Jakarta, Bogor, Palembang.
Terkait program pemasyarakatan mobil murah berharga jual di bawah Rp 100 juta yang tengah dicanangkan Kementerian Perindustrian, Suroyo menegaskan bahwa upaya revitalisasi angkutan umum yang dijalankan Kementerian Perhubungan akan terus dilakukan.
”Program mobil murah silahkan jalan. Kami juga akan tetap menjalankan revitalisasi angkutan umum. Mungkin karena angkutan umum yang masih belum baik, pasar dari mobil murah ini ada. Itu tidak masalah dan tidak akan menjadi kendala bagi kita untuk terus mengupayakan optimalisasi revitalisasi angkutan umum. Masyarakat berarti akan diberi pilihan-pihan apakah akan tetap menggunakan mobil pribadi, sepeda motor, atau angkutan umum. Tugas pemerintah melalui Kementerian Perhubungan adalah menyediakan transportasi angkutan umum bagi masyarakat, dan itu akan terus dilakukan,” paparnya.
”Kalau sekarang mungkin penggunaan sepeda motor lebih banyak karena bisa lebih cepat sampai tujuan. Biar nanti masyarakat yang memilih. Dua kebijakan ini tidak akan bertabrakan. Kita tidak akan menghalang-halangi orang untuk membeli mobil atau sepeda motor. Kami akan berupaya untuk lebih membuat sistem angkutan umum yang lebih baik. Masyarakat silahkan memilih. Tapi, jika menggunakan kendaraan pribadi akan ada biaya tambahan lebih,” sambung Suroyo, menegaskan. (DIP)