(Jakarta, 25/8/2011) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 tantang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dibuat bukan untuk memberatkan maskapai namun semata-mata untuk melindungi penumpang sebagai pengguna jasa penerbangan.
"Jangan dikesankan PM 77 Tahun 2011 ini diberlakukan untuk memberatkan maskapai penerbangan. Tidak sama sekali. Kebijakan ini dibuat untuk melindungi penumpang sebagai pengguna jasa penerbangan, yaitu berupa kompensasi bilamana maskapai dinilai lalai dalam melakukan kewajibannya,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan di Jakarta, Rabu.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengakut Angkutan Udara yang dikeluarkan pada 8 Agustus 2011. Peraturan yang terdiri dari 10 Bab dan 29 Pasal ini berlaku 3 bulan sejak tanggal di tetapkan.
Persoalan keterlambatan penerbangan dari jadwal yang telah di tetapkan (delay) menjadi salah satu bagian yang mendapat perhatian. Sebagaimana diketahui masyarakat banyak sekali mengeluhkan ketidak profesionalan maskapai penerbangan, yaitu terlambatnya penerbangan dari jadwal yang telah ditetapkan, yang keterlambatannya ada yang hingga berjam-jam.
Terhadap keterlambatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara memang telah mencantumkan kompensasi, yaitu keterlambatan berkisar selama 30-90 menit adalah refreshment berupa makanan dan minuman ringan. Bila penerbangan terlambat 90-180 menit, refreshment ditambah dengan makanan berat atau mengalihkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau penerbangan maskapai lain. Dan jika terlambat di atas 180 menit, penumpang harus diberi kompensasi dengan menginapkan penumpang di hotel terdekat.
Pada Pasal 10 hurup a, kompensasi dapat diberikan dalam bentuk uang. Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan lebih dari empat jam, diberikan ganti rugi sebesar Rp 300.000 per penumpang.Pada pasal b di jelaskan, pemberian ganti rugi hanya diberikan sebesar 50% dari ketentuan hurup a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apaila bila ada moda transportasi selain angkutan udara.
Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik badan usaha niaga berjadwal lain penumpang di bebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.
Sementara bagi penumpang yang tidak terangkut, pengangkut wajib memberikan ganti kerugian berupa mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan dan/atau memberikan konsumsi, akomodasi dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.
Namun pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 bilamana disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional. Faktor cuaca yang dimaksud antara lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal atau kecepatan angin yang melampaui standar yang mengganggu keselamatan penerbangan.
Sedangkan faktor teknis adalah bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir atau kebakaran. Atau terjadi antrian pesawat udara lepas landas, mendarat, atau lokasi waktu keberangkatan di bandar udara atau keterlambatan pengisian bahan bakar. (PR)