(Jakarta, 24/3/2011) Peran Otoritas Pelabuhan di empat pelabuhan utama terus bermunculan. Salah satunya peranan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok mengantarkan terjadinya penurunan tarif over brangen (OB) atau pemindahan lapangan penumpukan (PLP)  di pelabuhan Tanjung Priok, sebesar 35 %.

Menurut Kepala Otoritas Pelabuan Tanjung Priok, Sahat, sejumlah pengguna jasa pelabuhan Tanjung Priok sebelumnya mengeluhkan tingginya biaya pemindahan peti kemas impor dari  pelabuhan ke depo penumpukan sementara. Untuk itu mereka berharap dilakukan penurunan tarif OB.

 “Atas keluhan mereka kami merespon, dan memfasilitasi kegiatan pembahasan untuk dilakukan penurunan tarif OB. Setelah melalui pembahasan dari semua pihak, mulai dari pihak pengelola terminal untuk ekpor impor, pemilik depo, pemilik barang, perusahaan pelayaan dan lain-lainnya, maka dicapai kesepakatan untuk menetapkan tarif baru yang lebih rendah dari sebelumnya,” ungkap Sahat, Kamis (24/3).

Kegiatan OB merupakan kegiatan pemindahan peti kemas impor yang belum selesai pemeriksaan pabean, karena terjadinya kepadatan atau perlu dilakukan penelitian lebih mendalam lagi, dari kawasan pelabuhan lini I ke terminal depo yang masih dalam pengawasan petugas pabean.

Tari OB yang baru disepakati itu, untuk peti kemas 40 feet sebelumnya berkisar Rp2,1 juta  turun menjadi Rp1,6 juta per unit, dan untuk petikemas ukuran 20 feet dari tarif sebelumnya Rp1,6 juta menjadi Rp1,2 juta per unit.

Pihak terminal peti kemas selama ini memuat ketentuan kegiatan OB dikenakan biaya jika peti kemas yang berada di terminal sudah melebihi 10 hari.

Kegiatan OB mulai berlangsung sejak 10 tahun terakhir ini, sejak terjadinya kepadatan peti kemas di terminal ekspor impor dan terbatasnya lahan pelabuhan Tanjung Priok. Penurunan tarif OB merupakan yang kedua kalinya setelah pada  Februari 2008 juga dilakukan penurunan  sekitar 64%.  Tahun 2008, tarif OB yang semula berkisar antara Rp4,5 juta sampai Rp5 juta untuk peti kemas 40 feet turun menjadi Rp2 juta dan untuk peti kemas 20 feet dari Rp2,7 juta - Rp3 juta menjadi 1,5 juta.

Lebih jauh Sahat menyatakan, penurunan tarif itu merupakan salah satu  upaya untuk menjadikan biaya logistik di Indonesia semakin turun, karena masih terbilang tinggi dibandingkan di luar negeri.

“Untuk menurunkan biaya tinggi bisa dilakukan melalui penurunan tarif dan kegiatan efisiensi atau mengoptimalkan berbagai kegiatan di pelabuhan,”  kata Sahat.

Melihat kepadatan di pelabuhan Tanjung Priok, Sahat mengakui masih bisa dikembangkan sebagai antisipasi dengan mengoptimalkan lahan yang masih ada di pelabuhan Tanjung Priok. Ia pun memperkirakan masih ada lahan sampai  20 hektar di pelabuhan Tanjung Priok yang masih bisa dikembangkan untuk lahan penumpukan peti kemas.

Penandatangan kesepakatan tarif OB itu berlangsung pada Selasa (22/3) yang dilakukan dilakukan oleh Direktur Komersial JICT Wahyu hardiyanto, General Manager TPK Koja Suparjo, Dirut PT Mustika Alam Lestari (MAL) Paul Krisnadi. Dari pihak asosiasi adalah Ketua Umum APTESINDO (Asosaisi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia) Suryantono, Sekjen GINSI (Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia) Achmad Ridwan Tento dan Ketua ALFI (Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesai) Sofjan Pane dan Ketua DPC INSA Jaya C. Alleson.

Sebagai saksi pada kesepakatan itu Kepala Otoritas Pelabuhan  Tanjung Priok Sahat dan General Manager Pelabuhan II Cabang Priok, Cipto Pramono.

Setelah dilakukan kesepakatan pihaknya akan melakukan pengawasan atas pelaksanaannya. Jika terjadi peniympangan pihaknya akan memberikan sanksi, mulai dari peringatan sampai tindakan tegas.

”Namanya orang bersepakat, kalau tidak disepakati harus ada sanksinya agar bisa berjalan kesepakatan itu,” tegasnya. (AB)