Jakarta- Para operator penerbangan, baik operator Indonesia maupun operator asing, harus segera melaporkan tanpa penundaan waktu dengan tepat, kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan ketika terjadi kecelakaan atau kejadian serius pesawat sipil.
Laporan atau pemberitahuan tertulis harus diisi oleh KNKT dan Direktorat Jenderal Perhubunan Udara dalam waktu 24 jam setelah kecelakaan atau kejadian. Laporan Kecelakaan atau Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 14 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830 (Civil Aviation Regulation Part 830) tentang Pemberitahuan dan Pelaporan Kecelakaan, Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil Serta Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil.
PM No.14 Tahun 2015 mempertimbangkan hasil
audit ICAO Universal Safety Oversight Audit Programme Countinous Monitoring
Approach (USCAP – CMA) pada tahun 2014 yang memberikan masukan perubahan
ketentuan terhadap beberapa pasal dalam lampiran PM No. 6 tahun 2014 tentang
Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Baian 830 (Civil Aviation Safety
Regulation Part 830) tentang Pemberitahuan dan Pelaporan Kecelakaan,
Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil serta Prosedur Investigasi Kecelakaan dan
Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil.
PM No.14 tahun 2015 ditandangani oleh Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan tanggal 21 Januari 2015 dan diundangkan oleh Menteri
Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 112 tanggal 26 Januari 2015.
Dengan diundangkannya PM No.14 tahun 2015, maka
PM No. 6 tahun 2014 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian
830 (Civil Aviation Safety Regulation Part 830) tentang Pemberitahuan dan
Pelaporan Kecelakaan, Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil serta Prosedur
Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
PM No.14 tahun 2015 terdiri atas 7 pasal. Dalam
pasal 3 disebutkan pemangku kepentingan yang tidak melaporkan terjadinya
kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil dikenakan sanksi sesuai
peraturan. Pasal 4, Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan Ketua
KNKT melakukan kordinasi dan pengawasan sesuai bidang tugas dan
kewenangannya terhadap pelaksanaan peraturan tersebut. Dan pasal 5, Direktur Jenderal
Perhubungan Udara Kemenhub dan Ketua KNKT dalam melakukan kordinasi dan
pengawasan mendahulukan sosialisasi kepada pemangku kepentingan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
Ruang lingkup peraturan ini adalah untuk
kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil yang terjadi di manapun dan
sistem pelaporannya harus sesuai peraturan ini, kecuali dinyatakan
lain.Peraturan ini berlaku untuk pesawat udara sipil Indonesia yang disewa, dicarter,
atau diperuntukkan dengan operator pesawat udara sipil negara lain dan
negara operator pesawat udara sipil negara lain tersebut melepas tanggung jawab
investigasi kecelakaan dan kejadian serius.
Peraturan tersebut berisi ketentuann
pemberitahuan dan pelaporan kecelakaan dan kejadian serius dalam
pengoperasian pesawat udara sipil Indonesia dimanapun dan pesawat udara sipil
asing yang terjadi di wilayah Indonesia. Preservasi puing – puing pesawat
udara, surat – surat, kargo dan catatan – catatan mengenai pesawat udara sipil
yang mengalami kecelakaan atau kejadian serius dalam pengoperasian di wilayah
Indonesia. (SNO).