(Jakarta, 14/3/2014) Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Capt. Bobby R. Mamahit, menginstruksikan agar para Kepala Otoritas Pelabuhan (OP) maupun Kepala Kantor Kesyahbandraan dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) segera menyusun Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sebagai pedoman dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan secara teratur, dimulai dari tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan serta pembiayaan.
“Dengan ada RIP, maka penyelenggara pelabuhan mempunyai acuan dalam menetapkan lokasi, merencanakan pembangunan, mengoperasikannya dan mengembangkan suatu pelabuhan,” jelasnya.
Untuk menyusun sebuah Rencana Induk Pelabuhan, pihak penyelenggara pelabuhan, dalam hal ini pihak OP dan KSOP wajib berpedoman Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan, kelayakan teknis ekonomis dan lingkungan, keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
“Dengan begitu RIP dapat menjadi pedoman pembangunan pelabuhan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dan jangan sampai tanpa perencanaan yang benar Rencana Induk Pelabuhan, malah tidak bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan pelabuhan di suatu daerah,” ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Bobby R. Mamahit, dalam sambutan pada Seminar Pelabuhan bertema “Pembangunan Wilayah Maritim Melalui Pelabuhan Yang Sesuai Dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional Terkait Kewenangan Pemerintah Daerah”, di Banten, Rabu (12/3).
Bobby menegaskan, agar RIP bisa sesuai tujuan pembangunan dan pengembangan pelabuhan, dalam menyusunannnya membutuhkan dukungan banyak pihak yang berada di lingkungan wilayah pelabuhan tersebut.
Seperti diungkapkan Bobby, pembangunan pelabuhan maupun pengembangannnya selama ini masih ada yang tidak sesuai pemanfaatannya. hal itu terjadi karena selama ini pelabuhan utama masih belum menyusun RIP. Kalau pun sudah tersusun, pada saat perencanaan penyusunannya tidak melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah di daerah sampai masyarakat penguna pelabuhan.
“Akibatnya pembangunan pelabuhan malah tidak bisa dimanfaatkan, atau pada saat ada pengembangannnya menjadi sulit dilakukan karena terbentur aturan hukum karena tidak adanya RIP atau belum ada dalam RIP yang sudah dibuat,” ujarnya.
Untuk mengatasi keadaan itu, lanjut Bobby, maka pemerintah selaku penyelenggara pelabuhan wajib membuat Rencana Induk Pelabuhan (RIP), sebagaimana tertuang dalam UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 73 ayat 1 yang disebutkan bahwa setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.
Sementara, Kepala KSOP Banten, Nafri mengatkan, seminar tentang kepelabuhan yang berlangsung di Banten, terkait dengan rencan pihak KSOP Banten menyusun RIP Banten. Seminar menghadirkan peserta dan pembicara dari pihak yang terkait dalam penyususan RIP Banten, seperti dari unsur pemerintah provinsi Banten, kabupaten Serang dan Kabupaten Cilegon, serta masyarakat maritim dan asosiasi perusahaan mapun pekerja di pelabuhan.
“Kami juga menghadirkan ahli kepelabuhanan dan pihak konsultan yang menyusun RIP, sehingga mendapat masukan baik dari pemerintah pusat, daerah masyarakat maupun masyarakat maritim dalam rangka penyusunan RIP yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat bermanfaat bagi pengembangan pelabuhan dan masyarakat, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” papar Nafri dalam sambutannya.
Ahli Kepelabuhanan yang hadir adalah mantan Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, Ditjen Hubla, Suwandi, Mantan Kepala Biro Hukum, Kementerian Perhubungan Kalalo Nugroho dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Bambang Ristiadi. (AB)