Kawasan menara mercusuar Tanjung Datu, letaknya berada di Kelurahan Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Kawasan ini dapat ditempuh lewat jalur darat atau udara. Jika lewat jalur darat, dibutuhkan waktu perjalanan lebih dari 14 jam dari Pontianak menyeberangi sungai Sambas dan Sungai Sumpit di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Saat menyeberangi Sungai Sambas, penyeberang bisa memanfaatkan kapal ferry ASDP, namun saat menyeberangi Sungai Sumpit yang besarnya sama dengan Sungai Sambas, penyeberang harus menggunakan kapal rakit bermesin tempel yang dioperasikan secara swadaya oleh warga. Pada tahun 2014 lalu, menara mercusuar ini mendadak jadi pembicaraan nasional, setelah tiba-tiba pemerintah Malaysia mendirikan mercusuar di daerah dimana terletak menara mercusuar milik Indonesia. Alasannya, pemerintah Malaysia beranggapan sebagian besar wilayah kawasan Tanjung Datu secara geografis masuk wilayah Malaysia.

Pembangunan mercusuar Malaysia di wilayah NKRI itu diketahui kapal distrik navigasi Indonesia pada 16 Mei 2014. Pembangunan dilakukan kapal polisi maritim serta kapal angkatan laut. Tak urung hal ini menjadi isu nasional sehingga sempat mengakibatkan terganggunya hubungan diplomatik antara pemerintah Indonesia-Malaysia. Pemerintah Malaysia sendiri lantas membantah jika pembangunan mercusuar tersebut masuk wilayah Indonesia. Kedua negara kemudian berunding dan melakukan peninjauan terhadap wilayah yang diklaim sepihak itu. Ternyata, wilayah itu berada di titik koordinat 02'05'.051' Lintang Utara serta 109'38.760' Bujur Timur, yang diplot di peta nomor 282K dikeluarkan oleh Dishitdros TNI AL tahun 2013 berada dalam wilayah perairan Indonesia dengan jarak 309 meter dari daratan. Saat ini sengketa sudah mereda, walau persoalannya belum benar-benar terselesaikan.

Namun demikian, akibat konflik tersebut, pemerintah Indonesia meningkatkan pengawasan di daerah ini. Belum lama ini, pemerintah membangun gerbang perbatasan di lintas batas antara Desa Temanjuk dan Teluk Melano Malaysia. Selain itu, di kawasan Kecamatan Paloh, pemerintah dan TNI juga mendirikan tugu Garuda Indonesia.

Konon, mercusuar Tanjung Datu yang kadang ditulis Tanjung Dato dibangun pada tahun 1885 semasa Raja Belanda Willem III. Menara mercusuar tersebut berfungsi sebagai rambu lalu lintas kapal di sekitar perairan Tanjung Datu dan Natuna Inlander (Kepulauan Natuna) yang juga berada di lingkup laut China Selatan. Di kawasan lalulintas laut yang tidak begitu sibuk itu, banyak terhampar batu karang besar berbahaya. Satu-satunya

jalan menuju lokasi itu, hanya dapat dicapai dengan memakai transportasi laut mengitari ujung barat daya Pantai Temanjuk, menuju sisi barat daya semenanjung tersebut. Jika memakai

kapal cepat dengan rata-rata kecepatan 20 knot, perjalanan ditempuh lebih kurang 30 menit. Itu pun harus berjuang ekstra keras karena mesti melewati gelombang tinggi hasil pertemuan arus Laut Natuna Selatan dengan Laut Jawa. Jadi, jika air pasang hingga lebih kurang 4 meter, nyaris tidak ada penduduk atau nelayan Temanjuk yang mau berlayar ke sana.

Meski sudah berusia 128 tahun, mercusuar peninggalan Belanda itu masih terawat baik. Sebetulnya, mercusuar tersebut sudah tidak berfungsi sejak tahun 1978. Namun berkat kepedulian semua pihak termasuk Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, pada tahun 2006, akhirnya mercusuar dengan perlengkapan modern dibangun kembali oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut setinggi 43 meter yang dapat menjangkau sejauh 20 nautical mile laut x 1852 m, pada ketinggian 166.13 meter di kawasan hutan lindung lereng Gunung Datu. Selain itu juga dibangun 3 unit suar apung di atas dangkalan Niger Gosong wilayah perairan Tanjung

Datu pada jarak 5,5 nautical mile laut dari daratan (10,185 km) seluas 50 ha. Kawasan dangkalan Niger Gosong secara fisik terendam air laut kedalaman antara 8 sampai dengan 10 meter.

Sejak 2006, lampu mercusuar bangunan baru, menggunakan lampu berteknologi solar cell atau tenaga matahari. Jika gelap datang, lampu berkekuatan 1.000 watt dengan jarak pandang 20 mil laut itu akan hidup otomatis. Jika terang, otomatis juga akan mati sendiri. “Saya naik ke atas hanya kalau lampunya rusak atau ada gangguan saat lampu berputar,” kata Sibarat, penjaga Mercusuar. Sibarat sendiri telah menjaga mercusuar selama hampir 25 tahun.

Sebenarnya, menurut Sibarat, mercusuar harus dijaga secara bergantian per tiga bulan sekali oleh petugas berbeda. Namun, karena ganasnya ombak laut Natuna di sana, tidak mudah melakukan pergantian petugas jaga suar.

Sibarat, pria berusia 50 tahun itu menuturkan, jika kehabisan bahan sembako, pihaknya mencoba merapat ke kampung terdekat, yaitu kampung Temajuk dengan menyusuri hutan lindung Bukit Dato selama ± 3x24 jam untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Sekarang mungkin, bagi yang kuat jalan kaki, kata dia, bisa ditempuh dengan 6 atau 7 jam, karena sudah ada jalan setapak.

Ia pun bercerita, bahwa mercusuar yang lama (peninggalan Hindia Belanda) menyimpan peristiwa tragis, karena pada April 2005 ternyata mercusuar itu dipagar kawat oleh pihak Malaysia, sehingga memancing perhatian warga sekitar dan pemerintah daerah. Namun setelah sempat beberapa bulan dipagar, kemudian pagar kawat itu dibongkar oleh pihak Malaysia.

Setahun kemudian pemerintah Indonesia membangun mercusuar baru di Tanjung Datu dan 3 unit suar apung di Dangkalan Niger Gosong.

Pantai Gosong Niger terbentang seluas sekitar 50 kilometer persegi, memanjang dari barat sampai ke timur, melewati Tanjung Datu. Disebut gosong karena di situ terdapat dasar laut dangkal berupa karang, endapan lumpur, dan pasir dengan kedalaman 8-16 meter.

Seperti umumnya kawasan karang, daerah itu kaya ikan. Menurut nelayan Temajuk, mereka kerap terbawa arus saat menangkap ubur-ubur, dan tiba-tiba saja sudah berada di wilayah jiran.

Kasus terakhir adalah dihalaunya kapal sewaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat, Juni tahun lalu. Kapal ini dianggap masuk ke laut teritorial Malaysia sekitar satu kilometer. Saat itu petugas Dinas Kelautan sedang melakukan survei potensi laut di gosong itu.

Di wilayah Tanjung Datu, batas dan kepemilikan wilayah Indonesia ditandai dengan suar buatan Belanda pada 1884 setinggi 7 meter. Suar ini berdiri persis di batas wilayah Indonesia, tepatnya pada patok A4. Sayangnya, tanda batas ini sudah padam, lalu dihapus dari Daftar Suar Indonesia dan peta laut sejak tahun 1978. Dua suar lain dibangun oleh Malaysia di wilayahnya. Negara itu membangun suar pertamanya setinggi 10 meter pada 1987. Karena padam, dibangun lagi suar baru setinggi 7 meter pada 1990. Suar ini telah masuk dalam Daftar Suar Internasional tahun 2004.Sebetulnya perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia di ujung Tanjung Datu telah disepakati pada 1976. Rujukannya perjanjian batas darat Hindia Belanda dengan Inggris pada 1891. Hanya, tidak diatur pembagian, penetapan, atau delimitasi wilayah laut.

Perjanjian landas kontinen Indonesia-Malaysia pun telah diteken pada 1969. Isinya mencakup kawasan Tanjung Datu dan Laut Cina Selatan. Garis batas ditarik dari titik dasar nomor 35, yang terletak pada koordinat 2 derajat 5 menit 10 detik Lintang Utara dan 109 derajat 38’43” Bujur Timur. Menurut Usman, garis landas kontinen inilah yang selama ini ditafsirkan sebagai batas wilayah laut kedua negara.

Mencegah terulangnya lagi insinden pembuatan menara baru oleh Malaysia di wilayah Indonesia, wajar bila kementerian Perhubungan memberikan perhatian terus menerus kepada Menara Mercusuar Tanjung Datu. (BUN )