JAKARTA - Badan Usaha Angkutan Udara atau maskapai wajib menyediakan akomodasi berupa penginapan jika keterlambatan penerbangan lebih dari enam jam.

"Dalam hal keterlambatan penerbangan di atas enam jam dan penumpang membutuhkan penginapan, maka maskapai wajib menyediakan akomodasi bagi penumpang," ungkap Kepala Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan J. A. Barata di Jakarta, Kamis (18/6) mengutip ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No.89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan.

Barata menambahkan, untuk keterlambatan lebih dari enam jam, jika penumpang meminta pengembalian biaya tiket, maka maskapai wajib mengembalikannya secara tunai jika pembelian tiket dilakukan secara tunai pada saat penumpang melaporkan diri kepada maskapai.

"Jika pembelian tiket non tunai melalui kartu kredit, pengembaliannya melalui transfer ke rekening kartu kredit paling lambat 30 hari kalender," terang Barata.

Dalam hal pengalihan penerbangan, Barata melanjutkan, baik ke penerbangan berikutnya maupun ke penerbangan maskapai lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau jika terjadi penurunan kelas atau sub class pelayanan, maka wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.

Maskapai bertanggung jawab atas keterlambatan yang disebabkan faktor manajemen maskapai, dan maskapai dibebaskan dari tangung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan yakni karena alasan: faktor operasional, faktor cuaca dan faktor lain-lain sebagaimana tertuang dalam pasal 6 ayat 1 dan 2 PM No. 89 tahun 2015. (SNO)

Berikut selengkapnya PM No. 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan