JAKARTA - Badan Usaha angkutan niaga berjadwal nasional harus memiliki standar operasional prosedur (Standard Operating Procedure - SOP) penanganan keterlambatan penerbangan (delay management) dalam bahasa Indonesia.
"SOP tersebut harus memperoleh persetujuan Dirjen Perhubungan Udara," kata Kepala Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan J. A. Barata di Jakarta,Senin (8/6).
Barata mengatakan, di dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No.89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan, Dirjen Perhubungan Udara bisa menolak atau menyetujui setelah dilakukan verifikasi paling lambat satu bulan setelah diserahkannya SOP. "SOP yang diajukan maskapai bisa diterima atau ditolak setelah dilakukan verifikasi," tegas Barata.
Wajib Asuransi
Barata menambahkan, maskapai harus mengasuransikan kepada perusahaan asuransi atas ganti kerugian untuk keterlambatan kategori 5 (keterlambatan lebih dari 240 menit). "Perusahaan asuransi wajib membuat mekanisme pembayaran ganti rugi dengan persyaratan mudah dan sederhana," kata Barata.
Pemberian ganti rugi, lanjut Barata, dapat diberikan dalam bentuk uang tunai atau voucher yang dapat diuangkan atau melalui transfer rekening selambat-lambatnya 3 x 24 jam sejak keterlambatan dan pembatalan penerbangan terjadi.(SNO)