(Jakarta, 14/4/2010) Seiring dengan pertumbuhan industri penerbangan dunia yang meningkat secara signifikan, perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan jasa perawatan pesawat udara oleh perusahaan jasa perawatan pesawat atau biasa disebut Maintenace, Repair and Overhaul (MRO) di Indonesia.

“Perusahaan MRO dalam negeri harus memiliki daya saing sehingga mampu melayani maskapai baik dalam negeri maupun luar negeri yang ingin melakukan perawatan pesawatanya,” demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Perhubungan, Denny Siahaan dalam diskusi bertema “Upaya Memenuhi Pertumbuhan Permintaan Jasa Perawatan Pesawat Udara di Indonesia” yang diselenggarakan di Kantor Badan Litbang Kemenhub di Jakarta, Kamis (14/2).

Saat ini, Denny menjelaskan,  telah terjadi ketidakseimbangan antara produksi pesawat udara dengan pusat perawatan pesawat udara di Indonesia. Menurutnya, perusahaan MRO dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan perawatan pesawat dari maskapai penerbangan Indonesia, yaitu baru sekitar 30% dari total armada pesawat  yang dimiliki maskapai penerbangan di Indoneisa.

“70% pesawat masih melakukan maintenance di luar negeri,” kata Denny.

Hal tersebut, lanjut Denny diakibatkan beberapa hal antara lain karena lisensi yang belum banyak dimiliki oleh perusahaan MRO dalam negeri dari sperti dari Amerika yaitu lisensi Federal Aviation administration (FAA)dan eropa yaitu European Aviation Safety Agency (EASA).

Selain lisensi, faktor ketersedian suku cadang juga menjadi masalah yang dihadapi oleh perusahaan MRO dalam negeri. Ketersediaan maintence (suku cadang) sangat penting karena maskapai penerbangan tidak mau merugi. “belum tersedianya suku cadang, menyebabkan terganggunya jadwal maskapai tersebut dan akibatnya merugi,” ujarnya.

Berdasarkan data yang disampaikan Peneliti Litbang Kemenhub, Minda Mora yang menjadi pembicara dalam diskusi ini, perkembangan jumlah pesawat di Indonesia sangat pesat, tahun 2009 jumlah armada angkutan udara niaga berjadwal sebanyak 766 pesawat, tahun 2010 meningkat 7,2% menjadi 821 pesawat.

Minda mengatakan dengan pertumbuhan jumlah armada yang semakin pesat dari tahun ke tahun, permintaan jasa MRO tentunya akan sangat tinggi.

Pemerintah Buka Peluang

Sementara itu, Kasubdit standarisasi Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Bambang Sutarmadji yang turut menjadi pembicara dalam diskusi ini mengatakan jasa perawatan pesawat udara merupakan bisnis usaha yang memerlukan investasi besar, tapi di Indonesia cukup banyak peminatnya. “Oleh karena itu,  kami akan terus mendorong dan memberi peluang kepada para pengusaha yang ingin membuka jasa MRO ini,” jelasnya.

Saat ini menurut Bambang sudah ada 74 perusahaan MRO dalam negeri. “Sesuai dengan UU penerbangan, semua perusahaan MRO harus terdaftar dan mempunyai sertifikat AMO ( Approved Maintaenance Organization) dari Dirtektorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Lanjut Bambang, AMO juga melakukan pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi perusahaan MRO dalam negeri dengan menyediakan pendidikan dan pelatihan yang memadai.

Kebijakan dari AMO ini adalah mendorong indsustri perawatan pesawat udara di Indonesia agar siap berkompetisi dan mampu bersaing di Pasar Regional dan Global, khususnya dalam Mutual recognition ASAM (Asean single Aviation Market) 2015.

Sementara itu, Direktur Garuda Maintenance Facility (GMF), Richard Budihadianto mengatakan perlu dukungan Pemerintah untuk untuk mengembangkan Industri MRO dalam negeri. Menurutnya peluang investasi dalam industri ini sangat besar. Richard mengatakan, dengan semakin tumbuhnya perusahaan MRO dalam negeri maka devisa negara pun akan bertambah, karena banyak pesawat yang meelakukan perawatan di dalam negeri.
 
“Dukungan pemerintah yaitu agar merealisasikan penyediaan lahan untuk membangun kawasan perawatan terpadu (Aerospace Park),” jelasnya.

Diskusi mingguan yang diselenggarakan oleh Badan Litbang Kemenhub kali ini dihadiri pula oleh beberapa pembahas antara lain Sekjen INACA Tengku Burhanuddin ; perwakilan dari Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association (IAMSA), Tangkas ; perwakilan PT. Dirgantara Indonesia, Ismail Najamudin dan dari operator penerbangan antara lain  PT. Garuda Indonesia, dan PT. Lion Air  dan Merpati Maintenance Facility (MMF).(RDH)