(Jakarta, 7/3/11) Kecelakaan kapal laut saat ini cenderung menurun. Menurut Capt. Sri Untung dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) periode tahun 2007-2010 KNKT mencatat 21 kecelakaan laut dimana 40 % terjadi di sekitar laut Jawa. Meskipun demikian keselamatan pelayaran perlu terus dibenahi karena sudah merupakan kewajiban Pemerintah untuk menyediakan dan menjamin sarana dan prasarana transportasi yang aman, selamat, lancar dan menyenangkan pengguna jasa. Pernyataan tersebut disampaian Sri Untung ketika menjadi salah satu nara sumber raoudtable discussion dengan tema” Upaya Menurunkan Tingkat Kecelakaan Pelayaran Menuju Zero Accident”, yang diselenggarkan oleh Badan Litbang Perhubungan, Kamis 3/3/11 pekan lalu.
Sri Untung menjelaskan, kecelakaan transportasi tidak terjadi secara kebetulan atau mendadak, tetapi melalui suatu proses (kesalahan yang saling terkait). Titik tolak investigasi kecelakaan kapal yang dilakukan KNKT adalah kelaiklautan kapal, Kapal harus memenuhi persyaratan kelaikalauatn dan daerah pelayaran, Kecelakaan kapal dapat terjadi karena faktor manusia (kurang mampu, lalai atau adanya unsur kesengajaan), faktor alat angkut ( apakah sudah diatur dengan benar, apakah sudah diperiksa dengan benar atau sudah dilakukan oleh orang yang benar), faktor prasarana di luar kapal, faktor alam, faktor managemen dan faktor pengawasan.
Pembicara lain Capt. Imam Satria Utama dari Ditjen Perhubungan Laut mengatakan kecelakaan kapal sulit dihindari, tetapi upaya meminimalkan atau mencegah terjadinya kecelakaan kapal harus terus dilakukan untuk menyelamatkan jiwa manusia, dan hal ini memerlukan komitmen antara regulator, operator dan pengguna jasa, terutama dalam hal pengawasan, Prinsip regulator adalah safety, untuk menurunkan tingkat kecelakaan, aspek-aspek yang menjadi perhatian untuk peningkatan keselamatan pelayaran adalah sarana dan prasarana, kelembagaan, SDM, penegakan hukum, regulasi dan pentarifan serta didukung oleh partisipasi masyarakat dan stakeholder.
Johny Malisan, DESS peneliti Madya bidang Perhubungan Laut salah satu pembicara pada acara tersebut berpendapat pelaksanaan aspek keselamatan pelayaran hingga kini belum optimal, Kendala pelaksanaan terletak pada aspek SDM, sarana dan prasarana, kelembagaan dan teknis pelaksanaan di lapangan, Trend kecelakaan kapal laut sebesar 9,5% dari tahun 2000-2010, tetapi rasio kecelakaan kapal dibandingkan dengan jumlah kapal yang beroperasi hanya berkisar 3%; Kapal-kapal yang beroperasi di Indonesia relatif cukup tua, sekitar 17 tahun, tetapi umur belum tentu menjadi patokan penyebab kecelakaan, berdasarkan lokasi kejadian, kecelakaan kapal sebanyak 24% terjadi di laut Jawa, sedangkan berdasarkan ukuran kapal kapal yang mengalami kecelakaan berukuran antara 200 GT-500GT, hasil analisis menunjukkan bahwa kejadian kecelakaan kapal diakibatkan karena kurangnya pengawasan yang intensif terhadap kelayakan operasional kapal Penyebab utama kecelakaan kapal adalah faktor SDM (41,9%), faktor alam 33,1% dan juga faktor teknis sebesar 25%.
Sementara itu Drs. Asril Pasaribu, dari Mahkamah Pelayaran berpendapat semua kecelakaan kapal yang terjadi disebabkan karena lemahnya penegakan hukum pelayaran. Oleh karenanya Mahpel berkeyakinan bahwa apabila hukum ditegakkan, maka keselamatan pelayaran akan meningkat, Pemeriksaan lanjutan kapal dilakukan atas dasar pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh syahbandar, terutama terhadap surat dan dokumen kapal, konstruksi kapal, pengawakan, keadaan alam dan cuaca, muatan dan stabilitas, navigasi dan olah gerak kapal, managemen keselamatan kapal, alat-alat keselamatan, serta upaya yang dilakukan awak kapal untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Kepala Badan Litbang Perhubungan Ir. Denny Siahaan, MsTr dalam sambutannya pada acara tersebut menyebutkan adanya kejadian musibah pelayaran menunjukan bahwa pekasanaan pelayanan keselamatan saat ini belum optimal, beberapa permasalahan dan tantangan perlu dijawab dan diatasi melalui kebijakan pemerintah dalam upaya pembinaan dan pengembangan transportasi laut. (MIA)