JAKARTA – Kehadiran Pemerintah dalam pengelolaan dan manajemen transportasi perkotaan semakin hari semakin tinggi tuntutannya. Tingginya tuntutan terhadap peran Pemerintah tersebut disebabkan oleh pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang meningkat sangat tajam akibat dari jumlah penduduk yang terus bertambah, serta terbatasnya perluasan dan pembangunan jalan baru. Kemacetan berpotensi menjadi peristiwa keseharian di semua hampir ruas jalan kota besar di Indonesia, khususnya di wilayah Jabodetabek.

Jabodetabek sebagai Kota Aglomerasi yang terdiri dari Kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi merupakan epicentrum aktivitas masyarakat. Jakarta dengan kota-kota satelit di sekelilingnya terus bertumbuh dan semakin membesar. Pada tahun tahun 2023, jumlah komulatif penduduk di Jabodetabek diperkirakan mencapai 30,2 juta jiwa dan setiap tahun bertambah dengan kisaran pertambahan 1,47 – 1,5% per tahun.

Dengan jumlah penduduk yang sangat besar tersebut, masalah transportasi perkotaan di Jabodetabek merupakan masalah pelik yang terus muncul dari waktu ke waktu, sementara masyarakat secara luas berharap dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan bertransportasi yang aman, nyaman, dan berkeselamatan.

Solusi Menghadapi Kemacetan di Jabodetabek

Skenario untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang terjadi di Jabodetabek telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi, demikian ia akrab disebut, sejak awal-awal pemerintahannya telah membuat kebijakan dan iklim transportasi massal yang terintegrasi, yaitu mengintegrasikan Moda Raya Terpadu (MRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), TransJakarta, Kereta Commuter, Kereta Bandara, dan menata transportasi yang nyaman dan memadai. Selain mengintegrasikan semua moda yang ada untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di Jabodetabek, juga melengkapinya dengan infrastruktur pendukung.

Melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub, langkah-langkah terobosan terus dilakukan diantaranya penyediaan angkutan umum bus premium seperti Transjabodetabek Premium, Jabodetabek Residence Connexion (JRC) dan Jabodetabek Airport Connexion (JAC) yang operasionalnya berkolaborasi dengan pihak pengembang dan swasta.

Langkah ini diharapkan dapat menarik perhatian para pengguna kendaraan pribadi agar dapat beralih (shifting) menggunakan angkutan umum massal. Bus-bus ini memang ditujukan pada segmen pengguna kendaraan pribadi sehingga dilengkapi fasilitas premium yang aman dan nyaman.

Kemenhub melalui BPTJ juga melakukan penataan terhadap fasilitas-fasilitas integrasi transportasi di semua wilayah Jabodetabek serta membangun dan meningkatkan layanan Buy The Service (BTS) serta menghadirkan halte-halte yang ramah bagi disabilitas di tempat-tempat pemberhentian bus.

Bersama pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek, BPTJ Kemenhub membangun sky bridge atau jembatan penghubung layang untuk menghubungkan stasiun kereta api dengan terminal sehingga meningkatkan mobilitas pengguna kereta api dan mengurangi kemacetan.

Siapkan Halte yang Ramah Lingkungan dan Nyaman

Dalam keterangannya yang dirilis media pertengahan Agustus lalu, Pelaksana Tugas (PLT) Kepala BPTJ, Tatan Rustandi, mengungkapkan, kini pihaknya sedang membangun 10 halte yang dilengkapi dengan fasilitas disabiltas seperti guiding block dan area untuk kursi roda. Halte-halte tersebut dilengkapi dengan papan informasi rute, tempat duduk, charging station, kamera CCTV dan kipas angin sehingga aman dan nyaman bagi pengguna transportasi massal untuk masyarakat Jabodetabek.

Dari 10 halte tersebut, 2 halte berada di Kota Bekasi dan 8 halte berada di Kota Depok. BPTJ Kemenhub juga membangun 5 Tempat Pemberhentian Bus (TPB) yaitu 1 TPB di Kota Bekasi dan 4 TPB di Kota Depok.

Tatan mengungkapkan, pembangunan halte danTPB ini merupakan bagian dari upaya BPTJ Kemenhub untuk menyediakan fasilitas transportasi yang lebih nyaman dan aman bagi masyarakat Jabodetabek dan berharap masyarakat dapat menggunakan fasilitas-fasilitas penunjang transportasi tersebut secara optimal sehingga menarik minat pengguna transportasi untuk menggunakan transportasi umum massal dan pada akhirnya sangat berkontribusi terhadap menurunnya kemacetan di kawasan tersebut.

Selain di Kota Bekasi dan Kota Depok, BPTJ juga telah menyerahkan 36 halte/shelter di Kota Bogor untuk layanan BISKITA Trans Pakuan dengan rincian 24 halte permanen dan 12 halte portable. Pembangunan ini diharapkan dapat mempercepat transformasi sistem transportasi di Jabodetabek menuju transportasi umum yang lebih modern dan efisien.

Dengan meningkatnya fasilitas pendukung yang sangat memadai ini, diharapkan lebih banyak masyarakat akan beralih ke transportasi umum, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, serta membantu mengurangi kemacetan dan polusi udara di kawasan perkotaan.

Perlu Dukungan dan Peran Serta Masyarakat

Upaya menuju transportasi yang aman, nyaman, dan berkeselamatan bukan hanya tugas dan tanggung jawab Kemenhub dan stakeholder transportasi lainnya, tetapi juga membutuhkan dukungan, peran, serta partisipasi masyarakat.

Hal-hal kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi terjadinya kemacetan parah di Jabodetabek adalah mulai meninggalkan menggunakan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum massal yang kini semakin banyak pilihannya serta aman dan nyaman.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Sastrawan Fanny J. Poyk, penulis Novel “Ibuku Perempuan dari Pulau Rote”, di laman media sosialnya ia menulis: menggunakan angkutan umum massal di Jabodetabek sekarang nyaman, aman dan hemat. Dengan kendaraan pribadi dari kediamannya di Depok hingga ke Kawasan Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat, ia bisa menghabiskan biaya Rp.150.000 - Rp200.000 termasuk biaya tol. Namun dengan menggunakan transportasi umum massal , dengan commuter line dan Transjakarta biaya transportasinya tak lebih dari Rp.50.000. Hemat bukan?

Hemat Energi dan Hemat Anggaran

Upaya untuk menghemat energi agar fresh sampai di kantor dan juga hemat anggaran transportasinya juga dilakukan Rangga (32). Ayah satu anak yang tinggal di Kawasan Cibubur Jakarta Timur ini sejak dioperasikan Stasiun LRT Harjamukti, ke kantornya yang berada di kawasan Sudirman Jakarta Selatan sudah tidak lagi menggunakan mobil pribadinya. Ia memilih naik angkutan umum massal, dari rumah naik Jak Linko sampai di Stasiun LRT Harjamukti kemudian nyambung dengan LRT turun di Stasiun Dukuh Atas dan nyambung lagi dengan Transjakarta hingga menuju ke kantornya. “Sekarang enak, nggak susah lagi kalau naik angkutan umum. Nyaman, aman, murah, nggak boros di kantong,” ujarnya.

Bagi Qina Nafsi (24) karyawati sebuah perusahaan swasta di Kawasan Rasuna Said Jakarta Selatan yang tinggal di Depok II ini, menuju ke kantor merupakan perjuangan yang sangat melelahkan. Waktunya bisa berjam-jam di jalanan dan sebelumnya ia sangat takut menggunakan angkutan umum massal, kuatir tertinggal, dan takut lusuh. Namun seiring dengan infrastruktur transportasi yang sangat memadai yang telah dibangun Pemerintah, kemana-mana ia sekarang menggunakan transportasi umum massal. Busnya nyaman ber-AC serta lancar karena tidak ngetem menunggu penumpang, haltenya juga aman dan nyaman, dan tentu saja biayanya sangat hemat. (IS/AS/RY/ME)