SURABAYA – Kementerian Perhubungan mendorong realisasi implementasi kemudahan angkutan darat lintas negara di seluruh negara-negara ASEAN setelah sebelumnya berlaku hanya di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina. Upaya ini juga selaras dengan akan diberlakukannya pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Hal itu diungkapkan Oleh Sesjen Kemenhub Santoso Eddy Wibowo dalam konferensi pers ASEAN Transport Facilitation Working Group (ASEAN TFWG) dan Cross Border Transport of Passenger (CBTP),20-23/4 di Hotel Pullman Surabaya. Dalam kesempatan tersebut Sesjen Kemenhub didampingi Staf Ahli Menteri Perhubungan Sugihardjo dan
Kasubdit Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Ahmadi Z.B.

Dijelaskan,bahwa sebenarnya Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina sudah menandatangani nota kesepahaman terkait hal tersebut.

“Dengan serangkaian forum ini, maunya ini bisa diterapkan di seluruh negara ASEAN. Di sisi lain, antarnegara Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja juga sudah memiliki kesepakatan sendiri. Namun, ada hal-hal yang berbeda dari kesepakatan mereka dengan peraturan yang berlaku di Indonesia,” paparnya.

Selain persoalan angkutan lintas batas negara yang menjadi topik bahasan dalam pertemuan tersebut, poin penting yang dibahas antara lain uji kendaraan, SIM, imigrasi, paspor, cukai, hingga soal asuransi dan penanganan terhadap kecelakaan angkutan jalan lintas batas negara.

Dalam kesempatan tersebut, Sugihardjo mencontohkan beberapa kendala yang selama ini masih belum ditemukan jalan keluarnya misalnya terkait uji kendaraan. Indonesia menginginkan agar pengujian dapat dilakukan di dalam negeri, tapi standar kelayakannya dapat diterima di seluruh anggotaASEAN.

“Jadi tidak perlu diuji berkali-kali. Begitu pula dengan posisi kemudi, yang sering menjadi persoalan adalah ada negara-negara yang posisi setir berada di kanandan ada yang di kiri. Tidak semua bisa menerima itu,"paparnya.

Terkait persoalan imigrasi, dia mencontohkan ada negara yang meminta tetap dilakukan pemeriksaan, termasuk custom dan bagasi. Namun, ada juga yang berpendapat hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan selama masih berada di kawasan ASEAN.

Hal lain yang menjadi pokok bahasan adalah standar keamanan angkutan darat, dan penanganan kecelakaan di luar negeri. “Misalnya, bus Indonesia kecelakaan di Thailand, maka mereka harus turut membantu. Tapi, seberapa besar bantuannya, itu yang akan dikaji.” (BUN)