(Jakarta, 27/12/2013) Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana, menandatangani Kesepakatan Bersama (MoU) mengenai “Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati pada Pesawat Udara (Aviation Biofuel) dan Energi Terbarukan (Renewable Energy) Secara Berkelanjutan pada Bandar Udara”. Penandatanganan MOU disaksikan langsung oleh Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan, dan Menteri ESDM Jero Wacik pada Jumat (27/12) di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Kedua program tersebut di atas merupakan bagian dari langkah aksi Kementerian Perhubungan dalam penanggulangan perubahan iklim dan mitigasi GRK dengan mempertimbangan potensi dan sumber daya nasional di bidang bioenergi dan energi terbarukan, langkah aksi tersebut juga merupakan bagian dari upaya nasional dalam program konservasi energi, pemanfaatan aviation biofuel pada pesawat udara dan renewable energy pada Bandar udara akan berkontribusi dalam substitusi bahan bakar minyak berbasis fosil secara bertahap dan sekaligus menurunkan emisi GRK.

Menteri Perhubungan E. E. Mangindaan mengatakan pemanfaatan bahan bakar nabati dan energi terbarukan bagi sektor transportasi secara khusus juga mendorong peningkatan konten lokal baik dari aspek penguasaan riset, teknologi dan aplikasi dari hulu hingga ke hilir di dalam seluruh mata rantai suplai, produksi dan distribusi. “Ketersediaan  lahan, bahan baku (feedstock) secara berkelanjutan, proses pengolahan dan refineri, jaminan kualitas dan distribusi serta kegiatan penunjang lainnya akan membuka lapangan pekerjaan dan dorongan kegiatan ekonomi baru,” ujarnya.

Menurutnya kontribusi semua pihak pemangku kepentingan (stakeholders) akan sangat dibutuhkan dalam mendorong Indonesia menjadi sebagai Negara pertama yang meletakan kewajiban pemanfaatan aviation biofuels dan renewable energy secara legally binding. “Adapun target bauran ingin dicapai yakni 2% pada tahun 2016, 3% pada tahun 2020 dan 5% pada tahun 2025,” katanya.

Pada saat yang sama Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan kerjama sama ini dilakukan dalam rangka untuk mengurangi impor BBM yang jumlahnya besar. Selama ini, ujarnya, impor BBM sangat membebani anggaran negara. "Kita impor BBM setengah triliun setiap hari. Dengan adanya ini pelan-pelan, kalau bisa cepat, kita alihkan ke aviation biofuel dan gas," katanya.

Kesepakatan Bersama ini merupakan tindak lanjut atas kebijakan, strategi dan langkah aksi program Rencana Aksi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) Kementerian Perhubungan yang telah ditetapkan di dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 201 Tahun 2013 antara lain mencakup implementasi Aviation Biofuel dengan bauran 2% pada tahun 2016 dan target bauran 3% pada tahun 2020, demikian juga dengan pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) yaitu sebesar 7.5 MW pada Bandar Udara hingga tahun 2020.  

Dalam kesepakatan bersama ini, akan menetapkan dibentuknya Tim Kerja yang melibatkan kedua Kementerian beserta operator dan stakeholders lainnya serta bertanggung jawab melakukan kegiatan perencanaan, pra pelaksanaan dan pelaksanaan secara berkelanjutan yang bertugas mulai tahun 2014 sampai tahun 2016 dengan fokus pada 4 (empat) aspek utama yaitu 1). Perkuatan Kelembagaan, Regulasi, Sumber Daya Manusia, Tata Kelola dan Bisnis Proses; 2) Studi, Riset dan Pengembangan; 3) Uji Coba dan Persiapan Sertifikasi; 4) Analisa Komersial dan Harga, Produksi dan Berkelanjutan. Tim Kerja tersebut akan mendapatkan pendampingan dan technical assistant melalui program kerjasama dengan ICAO MSA Annex 5 yang telah ditandatangani pada bulan Oktober 2013 di Montreal. (HH)