Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan berkomitmen mewujudkan transportasi rendah karbon di Indonesia. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi untuk menciptakan sistem transportasi nasional yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

“Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui berbagai program dan kebijakan. Transportasi jadi salah satu sektor yang diharapkan berkontribusi lebih besar dalam pencapaian target penurunan tersebut,” ujar Kepala Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan (PPTB) Kemenhub Tatan Rustandi dalam kegiatan Press Background bertema “Transportasi Berkelanjutan untuk Masa Depan” di Kantor Kemenhub, Jakarta, Kamis (23/10).

Tatan menjelaskan, kebijakan aksi mitigasi emisi gas rumah kaca transportasi di Indonesia tertuang dalam KM Nomor 8 Tahun 2023. Kebijakan ini meliputi efisiensi energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan pada seluruh moda transportasi, baik di sektor darat, laut, udara, dan perkeretaapian.

“Di Indonesia, transisi energi pada sarana transportasi telah dilakukan pada beberapa aspek, seperti pengoperasian kendaraan listrik di jalan raya, kereta api berbahan bakar biofuel dan listrik, kapal laut berbahan bakar biofuel, hingga Bioavtur Jet 2.4 pada salah satu maskapai nasional. Adapun transisi pada prasarana transportasi dilakukan dengan membangun infrastruktur yang dilengkapi dengan solar panel (PLTS) dan SBNP solar cell, lampu penerangan jalan umum tenaga surya, bangunan ramah lingkungan, serta Onshore Power Supply pada pelabuhan dan elektrifikasi peralatan pelabuhan,” jelas Tatan.

Di sektor transportasi darat, Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub memiliki sejumlah strategi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Beberapa di antaranya meliputi: elektrifikasi angkutan umum perkotaan, pengujian emisi gas buang, penerapan kebijakan ambang batas maksimal emisi gas buang secara bertahap, subsidi penyediaan layanan angkutan umum massal perkotaan, penataan jaringan transportasi perkotaan, penerapan disinsentif bagi kendaraan pribadi di perkotaan, serta rehabilitasi dan revitalisasi simpul transportasi darat berwawasan lingkungan (bronze certified greenship) secara bertahap.

“Untuk mendukung transportasi yang ramah lingkungan, Kemenhub telah membangun Proving Ground Bekasi yang telah dilengkapi dengan fasilitas pengujian emisi kendaraan bermotor. Jadi ke depannya, seluruh kendaraan bermotor yang akan diproduksi harus memenuhi standar lingkungan tertentu sebelum dapat beredar di jalan raya,” terang Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Muiz Thohir.

Selain itu, ditambahkan Muiz, keberpihakan Pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca juga ditunjukkan dengan pemberian insentif kendaraan listrik berbasis baterai. Dalam konteks ini, Pemerintah mengenakan tarif penerbitan Sertifikat Uji Tipe (SUT) sebesar Rp1 juta untuk sepeda motor listrik dan Rp5 juta untuk mobil penumpang dan bus listrik.

“Ini juga berlaku untuk kendaraan konversi. Kemenhub menerapkan kebijakan pengenaan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Sampai dengan Nol Rupiah atau Nol Persen untuk penerbitan SUT dan SRUT (Sertifikat Registrasi Uji Tipe) kendaraan konversi,” tuturnya.

Kemudian Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub juga punya langkah strategis untuk mengurangi emisi karbon di sektor kepelabuhanan, salah satunya dengan menjalankan program Ecoport atau Green Port. Dijelaskan Direktur Kepelabuhanan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Muhammad Anto Julianto, konsep Ecoport memiliki empat pilar, yakni pemenuhan semua persyaratan regulasi di bidang lingkungan hidup, penerapan sistem manajemen lingkungan misalnya ISO 14001, pelaksanaan green initiatives, seperti pengelolaan energi, penghematan air, penggunaan teknologi dan bahan ramah lingkungan, serta keterlibatan stakeholders untuk mendukung upaya pemenuhan regulasi di bidang lingkungan hidup dan implementasi green initiatives di pelabuhan.

“Untuk mencapai empat pilar tersebut, ada sepuluh klaster Ecoport yang harus dipenuhi. Klaster tersebut meliputi pengembangan kelembagaan dan budaya ecoport, pengelolaan kualitas udara, pengelolaan kualitas dan konsumsi air, pengelolaan limbah kapal dan limbah pelabuhan, pengelolaan energi dan perubahan iklim, pengelolaan B3 dan lahan terkontaminasi, pengelolaan pengerukan, pengembangan dan operasi pelabuhan, pengelolaan lalu lintas dan kebisingan, pengelolaan hubungan dengan masyarakat setempat, serta pengelolaan habitat asli, situs berharga dan RTH,” ungkap Muhammad Anto.

Sementara itu Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub menerapkan beberapa langkah untuk dekarbonisasi di sektor udara. Di antaranya meliputi penggunaan renewable energy, modernisasi peralatan ground handling, hingga penggunaan lampu LED di semua bandara.

Selain itu, Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub juga melakukan pengelolaan limbah padat, sampah domestik dan non B3 dari aktifitas penerbangan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 54 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Limbah dan Zat kimia Pengoperasian Pesawat Udara dan Bandar Udara.

“Satu hal yang tak kalah penting adalah terkait Sustainable Aviation Fuel atau SAF. Kami sangat berharap Indonesia sudah bisa menerapkan 1 persen SAF pada tahun 2027 mendatang,” imbuh Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Sokhib Al Rohman.

Lebih lanjut, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Ditjen Perkeretaapian Kemenhub Arif Anwar menyebutkan, kereta api memiliki konsumsi energi per penumpang yang jauh lebih sedikit dan bersih dibanding moda transportasi lain. Karena itu, ia mendorong pengalihan angkutan logistik dari truk ke kereta api untuk jarak jauh guna mengurangi kepadatan lalu lintas dan emisi dari kendaraan berat serta pengembangan dan perluasan infrastruktur jaringan Kereta Api Commuter di kawasan aglomerasi atau perkotaan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

“Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, BBM yang digunakan pada kereta api adalah B40. Ini mengandung campuran bahan bakar nabati yang lebih tinggi dibanding solar biasa. Selain itu, digunakan pula Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada prasarana perkeretaapian. Pemasangan panel surya sebagai PLTS tersebut membantu mengurangi konsumsi listrik PLN di berbagai stasiun, balai yasa, depo, kantor, dan tempat lainnya untuk mendukung operasional Kereta Api,” tutur Arif.(OB/HH/GT/ETD)