(Montreal, 25 September 2013)  Keikutsertaan Indonesia pada Sidang Majelis ke 38 ICAO yang berlangsung mulai 24 September sampai 4 Oktober 2013 di Montreal membawa misi penting yaitu pencalonan Indonesia menjadi anggota Dewan (Council) Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) Kategori 3 Periode 2013-2016. Pernyataan resmi pencalonan Indonesia untuk menjadi anggota Dewan ICAO disampaikan Menteri Perhubungan, E.E. Mangindaan pada Sidang Majelis ICAO, Rabu 25 September 2013.

 
Indonesia berkepentingan untuk menjadi anggota Dewan ICAO mengingat Indonesia memiliki wilayah udara yang sangat luas, yang dilalui oleh 247 rute udara domestic yang menghubungkan 125 kota di Indonesia serta 57 rute udara internasional yang menghubungkan 25 kota di 13 negara. Indonesia memiliki 233 bandara yang terdiri dari 31 bandara serstatus internasional dan 202 berstatus bandara domestik. Transportasi udara merupakan trasportasi yang sangat penting di Indonesia. Pertumbuhan transportasi udara selama 5 tahun terakhir rata rata 16% dan diperkirankan akan terus berlanjut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 6% serta adanya peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah yang mampu melakukan perjalanan dengan transportasi udara.
 
Jika menjadi anggota Dewan ICAO, Indonesia dapat berperan dan berpartipasi lebih aktif lagi serta dapat berkontribusi dalam penyusunan kebijakan penerbangan sipil internasional yang dibuat ICAO, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional/regional, khususnya di bidang navigasi penerbangan, keamanan penerbangan, pengelolaan bandar udara dan juga upaya penurunan emisi gas rumah kaca.“  Republik Indonesia menjadi kandidat pada pemilihan dewan ICAO pada Part 3, Kami yakin bahwa dengan pasar penerbangan sipil terbesar di sub regional, sektor transportasi udara yang kuat dan kemajuan yang didapatkan melalui rejim peraturan yang telah diperbaharui, posisi Indonesia saat ini memungkinkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan kepada ICAO. Jika terpilih, Indonesia bukan hanya akan berusaha tapi juga mengerahkan sumber daya untuk mendukung tugas organisasi ini. “ demikian penegasan Menteri Perhubungan E.E Mangindaan yang disampaikan pada sidang ICAO ke-38 tersebut.
 
Dalam kesempatan tersebut E.E. Mangindaan menjelaskan cukup panjang kepada peserta Sidang Majelis ICAO ke 38 tentang kemajuan yang telah dicapai sector penerbangan sipil Indonesia. “Sejak tahun 2011, telah dilakukan implementasi terhadap Indonesia State Safety Programme. Dimulai dari tahun 2012, Single Air Navigation Service Provider yang disebut dengan “AirNav Indonesia” telah dibentuk untuk menggantikan tiga penyedia jasa sejenis sebelumnya.
 
Selanjutnya, the Civil Aviation Strategic Action Plan for Indonesia telah diadopsi dan diimplementasikan dimana action plan ini telah mencakup perkembangan penerbangan sipil secara keseluruhan termasuk bandar udara dan infrastruktur. Selain itu, Garuda Indonesia, maskapai internasional ternama Indonesia, dengan upaya kerasnya maskapai tersebut pada keselamatan operasional dan kualitas layanan, Garuda Indonesia telah kembali menerima penghargaan yaitu  Skytrax Awards pada 2013, sebagai “World’s Best Economy Class” dan “World’s Best Economy Class Seats”. Tahun ini, Garuda Indonesia mendapatkan peringkat ke 8  pada ”World’s Top Ten Airlines” Skytrax ranking. Tahun lalu, maskapai tersebut telah menerima dua penghargaan lainnya” demikian dipaparkan Meneteri Perhubungan.
 
Selanjutnya Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan menjelaskan bahwa Indonesia juga memiliki perhatian terhadap isu lingkungan penerbangan. Wujud nyata dari perhatian tersebut adalah penerapan Eco Airport Master Plan pada sejumlah bandar udara utama Indonesia. Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam mendukung upaya ICAO melindungi lingkungan penerbangan dan pada tahun 2012 Indonesia telah ditunjuk oleh dewan ICAO untuk menjadi observer pada Komite Perlindungan terhadap Lingkungan Penerbangan (CAEP). 
 
Ditambahkan oleh E.E. Mangindaan bahwa pada bulan Maret tahun ini, Indonesia dan ICAO mengumumkan sebuah proyek baru yang bertujuan untuk meningkatkan manajemen dan pengurangan emisi karbon penerbangan. The large-scale Environmental Measures Project akan dilaksanakan dengan kerjasama Kementerian Perhubungan Indonesia dengan Kerjasama Teknis ICAO TBC (Technical Cooperation Bureau). Proyek ini menunjukkan keseriusan Indonesia untuk benar-benar memperhatikan performa lingkungan di sektor transportasi udara baik jangka pendek maupun panjang, sambil menerapkan Keputusan Presiden tentang Emisi Gas Rumah Kaca. “Dalam kesempatan ini saya menyampaikan bahwa dokumen proyek untuk the large-scale Environmental Measures Project telah ditandatangani kemarin di kota ini, Montreal, antara Indonesia dan ICAO, dan akan diterapkan dalam periode 3 tahun yang akan dimulai pada awal tahun 2014,” kata Mangindaan.
 
Selama ini Indonesia telah pula menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan, dimana Indonesia telah di audit oleh ICAO melalui USOAP (Universal Safety Oversight Audit Program) dan USAP (Universal Audit Program). Hasil audit terbaru ICAO telah menunjukkan tingkat rata-rata kepatuhan Indonesia 82,3%, salah satu nilai tertinggi di Asia Tenggara sedangkan tingkat kepatuhan rata-rata program ICAO USOAP adalah 58,75%. Dengan pendekatan monitoring yang berkelanjutan ICAO, Indonesia berkeinginan untuk meraih tingkat rata-rata kepatuhan lebih baik lagi.
 
Di bidang navigasi penerbangan Indonesia telah menghabiskan lebih dari US250 juta untuk modernisasi system Air Traffic Management dengan teknologi terkini. Sistem sekaang ini telah meliputi ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast), Mode-S Radar, RVSM (Reduced Vertical Separation Minima), PBN (Performance Based Navigation dan AIDC (ATS Inter facility Data Communication), dalam rangka meningkatkan kapasitas dan mengharmonisasikan dengan FIR Negara tetangga. 
 
Pada saat ini, ruang udara Indonesia dilayani dengan sejumlah peralatan navigasi yang juga berfungsi sebagai referens utama bagi Rute ATS Indonesia. Dalam rangka melakukan pengamatan terhadap ruang udara, radar surveillance mencakup sebagian besar dari Indonesia’s Flight Information Regions (FIR). Saat ini tengah diterapkan system ADBS-B yang lebih maju untuk pengamatan mencakup ruang udara yang lebih luas sehingga menunjang operasional dan menjadikannya lebih efisien pada FIR.
 
Sebagai wujud keaktifan Indonesia di ICAO, pada Sidang Majelis Umum ke 38 tahun 2013 delegasi Indonesia menyampaikan 11 (sebelas) working paper dan  4 (empat) Information paper selain Statement Ketua Delegasi RI. Sebelas working paper yang disampaikan delegasi Indonesia adalah Policy on Technical Assistance and Technical Cooperation, Indonesia’s Perspectives on the Outcome of the ICAO Sixth Worldwide Air Transport, Indonesia Green Aviation Initiative for Sustainable Development: Alternative Fuel for Aircraft, Indonesia’s Perspectives on the Outcome of the ICAO Sixth Worldwide Air Transport Conference, Indonesia Green Aviation Initiatives for Sustainable Development: Renewable Energy for Airport Operations, Sustainability of State Oversight Capability, “Get Airport Ready for Disaster” (GARD), Need for ICAO Training Programme on Annexes, Air Cargo and Mail Security, The Integration of Air Navigation Personnel Into Annex 1, Capacity Building Activities in Air Transportation Human Resources Development. Adapun 4 (empat) information papers adalah  Cooperation with Regional Organization, Green Aviation Initiatives for Sustainable Development: International Green Aviation Conference 2013 (IGAC-2013), National Aviation Safety Database System,  and Threat Awareness Program Implementation.
 
Sekilas Tentang ICAO
 
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization) merupakan organisasi khusus PBB yang diberikan mandat untuk mengembangkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan teknis navigasi udara internasional, dan menciptakan tatanan internasional dalam hal perencanaan dan pengembangan transportasi udara yang selamat, aman dan tertata di seluruh negara di dunia.
 
Pendirian ICAO didasarkan pada Convention on International Civil Aviation yang ditandatangani pada tahun 1944 di Chicago. Organisasi ini mulai melaksanakan tugasnya pada tanggal 4 April 1947 setelah 26 negara meratifikasi konvensi tersebut. Indonesia tercatat sebagai anggota ke 60 pada tanggal 27 April 1950. 
 
Struktur ICAO terdiri dari Assembly, Council dan Secretariat. Dalam struktur organisasi ICAO, Dewan (Council) sebagai executive body ICAO memegang peran yang paling menentukan dalam penyusunan berbagai kebijakan dan aturan ICAO, Dewan terdiri dari 36 contracting states, yang dipilih yang dipilih pada Sesi Majelis Umum (Assembly) ICAO untuk periode tugas 3 (tiga) tahun. Dalam Melaksanakan tugasnya, Dewan dibantu oleh Air Navigation Commission, Air Transport Commission, the Committee on Joint Support of Air Navigation Services dan the Finance Committee.
 
Untuk memastikan pemerataan anggota berdasarkan skala prioritas kepentingan maka dibernuk beberapa kriteria keanggotaan yaitu Kategori I adalah Negara-negara yang mempunyai peranan utama di bidang transportsi udara berjumlah 11 negara. Kategori II adalah negera-negara yang memberikan kontribusi besar dalam penyediaan fasilitas navigasi udara internasional berjumlah 12 negara dan Kategori III adalah negara-negara yang tidak masuk ke dalam kriteria sebelumnya namun keanggotaannya mewakili keseimbangan wilayah, berjumlah 13 negara.
 
Indonesia merupakan anggota Dewan ICAO KAtegori III dari tahun 1962 sampai tahun 2001, kecuali periode 1965-1968 dimana Indonesia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri karena kebijakan politik luar negeri Indonesia saat iu untuk keluar dari PBB. Indonesia beberapa kali gagal pada pemilihan anggoat Dewan ICAO untuk periode setelah 2001 yaitu 2001-2004, 2004-2007 dan 2007-2013. 
 
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah RI guna menunjang perannya di ICAO adalah dengan membuka kembali Kantor Kepentingan Indonesia ICAO di Montreal, Kanada pada tanggal 2 Februari 2012.(BSE)