(Montreal, 24/9/2013) Mengawali kegiatan kunjungan kerja ke Montreal (Kanada) dalam rangka menghadiri Sidang Majelis Organisasi Penerbangan Sipil International(International Civil Aviation Organization/ICAO), Menteri Perhubungan E.E Mangindaan bersama Presiden ICAO, Kobeh Gonzales menyaksikan penandatanganan Kesepakatan Bersama Ditjen Perhubungan Udara dan ICAO yang bertempat di Kantor Pusat ICAO, Montreal Canada Senin, 23 September 2013 pukul 15.30 waktu setempat (24 September pukul 02.30 dinihari WIB).
Kesepakatan bersama yang ditandatangani Herry Bakti S. Gumay selaku Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan Raymond Benyamin sebagai Sekretaris Jenderal ICAO tersebut meliputi bidang pengembangan dan penerapan upaya perlindungan lingkungan di penerbangan sipil, mencakup diantaranya proyek peningkatan manajemen dan pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) di bidang penerbangan sipil Indonesia.
Melalui kerjasama tersebut ICAO akan memberikan bantuan teknis dan pendampingan untuk memperkuat dan meningkatkan organisasi, regulasi, sumber daya manusia dan sistem berkaitan dengan penerapan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Gas Rumah Kaca. Proyek penerapan upaya perlindungan lingkungan berskala besar dengan perkiraan biaya sebesar USD 2,136 juta, akan dilaksanakan bersama antara Kementerian Perhubungan dan Biro Kerjasama Teknik ICAO (ICAO Technical Co-operation Bureau/ICAO-TCB). Hal ini menggambarkan kesungguhan Indonesia untuk menangani perlindungan lingkungan hidup di bidang penerbangan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Sasaran yang disepakati untuk dicapai, mencakup Master Plan untuk perkuatan regulasi tentang emisi gas rumah kaca, program penerbangan dan bandara ramah lingkungan (Green Flight and Green Airport), disain rute dan ruang udara yang lebih efisien berbasis Performance Based Navigation (PBN), serta inisiatif Indonesia berkaitan dengan bahan bakar terbarukan dan penngembangan system pendataan emisi gas buang secara komprehensif.
“Proyek kerjasama Kemenhub dan ICAO ini sangat penting bagi Indonesia karena mencerminkan keseungguhan Indonesia untuk mengatasi secara sungguh-sungguh isu-isu di sektor transportasi udara. Kami berkomitmen
untuk berhasilknya penerapan upaya perlindungan lingkungan, termasuk pengurangan emisi gas buang di transportasi udara”, demikian dikatakan E.E. Mangindaan, Menteri Perhubungan seusai penandatangan kesepakatan tersebut kepada Presiden ICAO, Kobeh Gonzales. Sementara itu sekretaris Jenderal ICAO Raymond Benjamin menyebut sasaran utama kerjasama ini mencakup antara lain road map rencana aksi nasional berupa langkah mitigasi dan penguatan lembaga, bukan hanya untuk regulator saja, tetapi juga bagi semua pemangku kepentingan penerbangan sipil Indonesia.
Dalam rangka mendukung dan menindaklanjuti kesepakatan Bali Action Plan pada The Conference of Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan hasil COP ke 15 di Copenhagen dan COP ke 16 di Cancun serta untuk memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G 20 di Pitsburg yang telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 % dengan usaha sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan Internasional, Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas rumah Kaca. Sebagai langkah lanjut RAN Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca tersebut telah ditetapkan sasaran-sasaran termasuk pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan bahan bakar nabati murni (Biofeul), biodiesel dan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak. Pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan minyak nabati sebagai campuran bahan bakar minyak untuk sektor transportasi udara akan dimulai pada Januari 2014 sebesar 2 %.
Untuk penerapan kewajiban tersebut Kementerian Perhubungan telah melakukan sosialisasi untuk menumbuhkan komitmen dunia penerbangan nasional agar dapat memenuhi sasaran tersebut. Kerjasama sama ini sangat membantu Indonesia karena ICAO-TCB memiliki pengalaman dan pengetahuan dan jaringan untuk bekerja secara lokal, regional dan global. (BSE)