(Jakarta, 29/4/2014) - Melihat pertumbuhan maskapai penerbangan yang berbasis biaya murah (low cost carrier - LCC) dapat menjadi pangsa pasar bagi industri perawatan pesawat (maintenance, repair and overhaul - MRO) nasional. Adanya persaingan yang kompetitif dengan MRO luar negeri dan jaminan kualitas pelayanan yang tinggi termasuk sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi, dalam waktu singkat, Indonesia bisa menjadi pusat MRO regional yang penting di kawasan Asia Pasifik.
Hal itu diungkapkan Menteri Perhubungan EE Mangindaan ketika memberi sambutan dalam pembukaan Aviant MRO Indonesia (AMROI) ke dua di Jakarta, Selasa.
Menhub mengatakan, pertumbuhan perusahaan penerbangan nasional yang ditandai dengan pertumbuhan jumlah penumpang 15-20 persen per tahun dan meningkatnya pemesanan pesawat.
"Kondisi ini menjadi pasar potensial bagi MRO," kata Menhub. Pada tahun 2016, industri MRO nasional mencapai nilai US $ 2 miliar. Namun demikian, pasar MRO nasional hanya mampu menyerap 30 persen, sementara 70 persen perawatan pesawat di luar negeri.
"Ini menunjukkan kita belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri di bidang perawatan pesawat udara," kata Menhub. Namun demikian, secara perlahan, melalui upaya keras terutama kemampuan swasta, kita akan mampu menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri dalam industri perawatan pesawat. "Kita secara perlahan akan menarik pasar MRO di luar negeri," tambah Menhub.
Sementara itu, Presiden Indonesia Aircraft Maintenance Service Assosiation (IAMSA) Richard Budihadiyanto mengatakan, pertumbuhan industri MRO nasional tidak lepas dari bisnis penerbangan yang tumbuh positif. Namun demikian, Richard mengakui jumlah tenaga ahli perawatan pesawat di Indonesia masih sedikit hanya 3.000 orang. Richard memperkirakan dalam lima tahun ke depan kebutuhan tenaga MRO mencapai 6.000 orang.
Karena itu, ia mendorong pemerintah untuk memperbanyak institusi pendidikan yang mampu mencetak teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat terbang. "Institusi pendidikan yang ada saat ini hanya mampu menghasilkan maksimal 600 orang teknisi," kata Richard. (SNO).