(Jakarta, 16/4/2014) - Implementasi e-ticketing pada angkutan bus transit di Kota Semarang masih membutuhkan berbagai pembenahan agar dapat berjalan dengan baik. Peluncuran secara resmi penggunaan e-ticketing pada angkutan bus transit kota Semarang yang bernama Trans Semarang tersebut sudah dilakukan pada tanggal 10 Februari 2014 lalu. Hampir sebulan kemudian tepatnya pekan lalu ketika www.dephub.go.id melihat langsung di lapangan, jumlah pengguna e-ticketing pada angkutan massal kebanggaan Kota Semarang tersebut tercatat sekitar 600 orang, dengan mayoritas pengguna yaitu 70 % adalah masyarakat umum dan 30 % pelajar.
Manajer Operasional BLU Trans Semarang, Joko Umboro ketika ditemui di lapangan mengakui pihaknya mengalami berbagai kesulitan dalam hal pelaksanaan e-ticketing tersebut. “Kami memiliki banyak keterbatasan, baik menyangkut anggaran maupun SDM,” kata Joko. Menurut Joko, dari sisi biaya pihaknya hanya dapat menganggarkan senilai 20 juta rupiah/ unit e-ticketing yang dipasang pada 46 armada bus Trans Semarang. Sementara menurutnya berbeda dengan yang ada di Jakarta, perangkat e-ticketing yang ada di Trans Semarang dipasang pada unit bus-nya bukan pada halte, karena situasi yang menuntut demikian. “Karena keterbatasan pembiayaan tersebut, maka tidak banyak pilihan teknologi yang dapat kami dapat, kami berusaha mengupayakan teknologi yang paling mungkin dijangkau tetapi tetap dapat diandalkan,” ujar Joko.
Menanggapi kekhawatiran berbagai pihak menyangkut teknologi e-ticketing yang digunakan, Joko Umboro menegaskan pihaknya menjamin akan memaksimalkan fungsi dan kegunaannya. “Jumlah pengguna Trans Semarang terus meningkat, antusiasme mereka itulah yang mendorong kami terus semangat bekerja, meski banyak keterbatasan. Kami tak ingin mengecewakan masyarakat kota Semarang,” tegas Joko Umboro. Menyangkut kondisi SDM yang dimilikinya, Joko juga menegaskan akan meningkatkan kemampuan mereka dengan berbagai pelatihan.
Hingga kini, penyelenggaraan Bus Transit di Kota Semarang sudah menjangku 3 koridor, yaitu koridor I dengan rute Mangkang-Pedurungan sepanjang 30 km, yang dilayani 20 bus besar, koridor II dengan rute Terminal Terboyo –Sisemut sepanjang 30 km yang dilayani 21 bus sedang dan koridor IV dengan rute Terminal Cangkiran – Karangayu (melewati Bandara Ahmad Yani) sepanjang kurang lebih 26 km dengan 5 armada bus besar. Pada tahun 2014 ini diharapkan akan ada penambahan armada untuk koridor IV sebanyak 10 bus. Sementara itu untuk koridor III dengan rute Pelabuhan Tanjung Mas – Jl Diponegoro (Candi) direncanakan dapat direalisasi pada tahun 2015.
Dari pengamatan langsung www.dephub.go.id masyarakat Kota Semarang memang cukup antusias memanfaatkan sarana angkutan massal tersebut. Data yang diperoleh dari BLU Trans Semarang menunjukkan untuk koridor I (dimulai sejak tahun 2010) dan koridor II, rata-rata load faktor mencapai 70 %. Headway di kedua koridor tersebut rata-rata 5-8 menit, dengan jam operasi setiap harinya mulai pukul 05.30 hingga 17.30 WIB. Sedangkan untuk koridor IV yang baru diluncurkan pada akhir tahun 2013, jumlah penumpang memang belum sebanyak koridor I dan II, namun grafik terus menunjukkan kecenderungan kenaikan. Khusus pada bulan Mei 2014 ini, bertepatan dengan program wisata Kota Semarang yaitu Semarang Great Sale, jam operasi Trans Semarang ditambah hingga pukul 21.30 WIB. “Tidak menutup kemungkinan apabila ternyata respon masyarakat cukup baik, maka jam operasi hingga pukul 21.30 wib akan diteruskan meski Semarang Great Sale sudah usai,” jelas Joko Umboro.
Angkutan Kota Bukan Sektor Pendapatan
Sementara itu ketika menjadi narasumber acara Diskusi tentang Kemacetan Kota yang diselenggarakan di Semarang 7 Mei 2014, Ketua Umum Organda Ekasari Lorena Surbakti, menegaskan bahwa penyelenggaraan angkutan umum perkotaan memang tidak seharusnya menjadi fungsi profit bagi pemerintahan daerah setempat. Angkutan umum perkotaan mutlak harus dibenahi dan sepenuhnya menjadi fungsi pelayanan publik. Hanya dengan membangun angkutan umum perkotaan yang sebaik-baiknya maka kemacetan kota akan teratasi. Namun menurut Ekasari, kondisi yang terjadi saat ini justru sebaliknya, dari tahun ke tahun jumlah angkutan umum perkotaan semakin berkurang, sementara jumlah pengguna kendaraan pribadi meningkat sangat drastis.
“Kemacetan kota tidak boleh dibiarkan, akibatnya sangat merugikan bagi kita semua,” kata Ekasari. Agar permasalahan kemacetan kota dapat teratasi, Ekasari mendorong agar semakin banyak warga di kota tersebut untuk peduli terhadap permasalahan transportasi perkotaan. Menurut dia, yang paling dapat mengubah kondisi transportasi perkotaan menjadi lebih baik, sepenuhnya adalah warga kota tersebut. Warga dapat mengembangkan kepeduliannya dan mendesak pimpinan di daerahnya untuk menyelenggarakan transportasi massal yang aman dan nyaman. Sebagai pengusaha, pihaknya sangat siap bekerjsama apabila Pemerintah semakin sadar untuk membangun angkutan umum massal. “Pengusaha siap bekerjasama, dan prinsipnya pengusaha tidak akan meminta-minta, Pemerintah cukup membuat kondisi agar bagaimana pengusaha angkutan dapat menjalankan bisnisnya dengan baik,” ujarnya. (BRD).