(Jakarta, 14/2/2013) Sebuah pasar tunggal dan basis produksi pada dasarnya adalah sebuah kawasan yang secara keseluruhan dilihat oleh Negara-negara anggota ASEAN, bukan  sekedar pasar dan sumber daya yang berada dalam batas-batas nasional dan hanya melibatkan para pelaku ekonomi ditingkat nasional, pasar penerbangan tunggal di ASEAN  adalah kawasan penerbangan yang secara keseluruhan dapat dimanfaatkan oleh maskapai penerbangan dari negera-negara anggota ASEAN.

Pada acara Roundtable Discussion yang mengangkat Tema “ Kesiapan Pemangku Kepentingan di Bidang Penerbangan Menghadapi Kebijakan ASEAN Open Sky 2015 Dan Pasar Penerbangan Tunggal di ASEAN tahun 2020”., Peneliti Madya (Transportasi Udara), M Herry Purnama, dalam paparannya  mengatakan menghadapi ASEAN Open Sky 2015, Indonesia khususnya sektor transportasi udara perlu melakukan persiapan-persiapan antara lain, yang pertama adalah perbaikan manajemen maskapai. Selain itu yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM penerbangan seperti pilot dan Air Traffic control (ATC).

Selain dua hal tersebut, lanjut Herry yang perlu dimantapkan lagi adalah meningkatkan kualitas infrastruktur seperti misalnya, Bandara-Bandara. Indonesia telah menetapkan lima bandara yang dibuka untuk ASEAN Open sky 2015. “kelima bandara tersebut antara lain, Kualanamu, soekarno Hatta, Ngurah Rai, Juanda dan Sultan Hassanudin,” jelasnya.

Untuk faktor keselamatan dan keamanan penerbangan, lanjutnya, Pemerintah saat ini telah menerbitkan peraturan yang mengatur keamanan dan keselamtan penerbangan, dengan  motto 3S +1C ( Safety.security,services through, compliance)

Sementara, Ka Subdit Kerjasama Angkutan Udara, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Sri Widiasri dalam paparannya menjelaskan, menghadapi kebijakan ASEAN Open Sky, pihaknya telah menyusun beberapa regulasi antara lain : Penetapan Standar Pelayanan minimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri No. 49 tahun 2012 tentang Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri dan Peraturan Menteri No. 77 jo. No. 92 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara; Merevisi KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara agar lebih akomodatif dalam mendukung persiapan menyambut ASEAN Open Sky; Pembuatan standar kompetensi profesi jasa penunjang penerbangan dalam rangka menuju MRA ( Mutual Recognition Agreement) ASEAN.

Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN ke IX yang diadakan di Bali pada tahun 3003, telah   di hasilkan deklarasi Bali Concord II yang mengarahkan pada  pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada Tahun 2020.

AEC bertujuan untuk mengintegrasikan ekonomi di kawasan ASEAN dan sekaligus menyiapkan Negara negar Asean untuk dapat bersaing dengN NEGARA NEGARA DI KAWASAN Eropa Amerika, Dalam deklarasi Bali Concord II, sector angkutan udara merupakan salah satu dari 12 sektor yang diarahkan  akan diintegraskan pada tahun 2020, tahap tahap menuju integrasi angkutan udara dikawasan ASEAN dimulai pada tahun 2008 dengan penghapusan pembatasan penerbangan antar ibukota Negara.

Selanjutnya pada tahun 2015 diberlakukan ASEAN open sky 2015, secara penuh dan puncaknya ASEAN Single Aviation  Market (ASAM) yang tertuang dalam the ASEAN  Air Transport Working Group: “The Roadmap for the Integration of ASEAN Competitive Air Service Policy].

Diskusi Roundtable Discussion menghadirkan pembicara  Sri Widiasari (  Ka Subdit Kerjasama Angkutan Udara, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara);  Nana Haryana  ( P. H. Strategi Management, PT. Garuda Indonesia); M Hendra Irawan (Ass Deputi Prasarana Penunjang, PT. AP II); Wismono Nitidihardjo(DPP. INACA) dan para pembahas :  Yoseph Tumanggung; M Ali Nahdi  (Federasi Pilot Indonesia); K. Martono; Pahala Pardede. Bertindak selaku moderator  Ir. Nyoman Suwanda Santra, MBA.(Kapuslitbang Perhubungan Udara). (HST)