(Jakarta, 08/05/2013) Regulator perlu menyusun dan mempersiapkan Peraturan Pemerintah tentang Majelis Profesi Penerbangan dan peraturan perundangan lainnya serta menyusun langkah strategis dalam mendorong percepatan pembentukan Majelis Profesi Penerbangan. Demikian pokok pemikiran yang mengemuka dalam Roundtable Discussion dengan tema “Upaya Percepatan Pembentukan Majelis Profesi Penerbangan untuk Menyelesaikan Permasalahan Profesi di Bidang SDM Penerbangan di Indonesia” yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (8/5).
Desakan pembentukan Majelis Profesi Penerbangan dilatarbelakangi oleh kecelakaan pesawat Garuda di bandara Adi Sucipto Yogyakarta pada 7 Maret 2007 yang menelan korban 21 orang meninggal dunia. Pilot Marwoto kemudian divonis 2 tahun penjara dan dinyatakan bersalah oleh Pengedilan Negeri Sleman.
Peneliti Badan Litbang Perhubungan, Juanda Siahaan dalam paparannya mengemukakan pembentukan majelis profesi penerbangan di Indonesia memiliki urgensi karena moda transportasi udara menggunakan teknologi tinggi yang harus menaati peraturan secara ketat serta berhubungan dengan aturan hukum dan atau konvensi internasional. Selain itu, apabila terjadi kecelakaan pesawat terbang tidak pernah terjadi karena kesalahan tunggal. “Sesuai ANNEX 12/13 ICAO Regulation menyebutkan temuan kecelakaan dilarang digunakan sebagai barang bukti di pengadilan sehingga atas alasan tersebut seperti contoh kasus di negara lain, jika terjadi kecelakaan pesawat, investigasinya tidak dilakukan polisi tetapi badan khusus yang ditunjuk pemerintah seperti NTSB Australia ataupun ATSB di Amerika, “ jelas Juanda.
Lebih lanjut Juanda menambahkan pembentukan Majelis Profesi Penerbangan diperlukan untuk memenuhi amanat pasal 364 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. “MPP diperlukan untuk menegakkan etika profesi dan kompetensi personel penerbangan, melaksanakan mediasi antara penyedia jasa penerbangan, personel dan pengguna jasa penerbangan, serta menafsirkan penerapan regulasi bidang perbangan, “lanjutnya.
Senada dengan Juanda, Suharyadi (Ditjen perhubungan Udara) menyampaikan penyelidikan lanjutan dalam pasal 364 UU No 1 Tahun 2009 adalah proses memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi personel penerbangan atas tindakan, keputusan dan pengabaian yang dilakukan berdasarkan hasil pelatihan dan pengalamannya serta penentuan dari sisi profesi perilaku mana yang dapat diterima atau tidak dapat ditoleransi. “Kewenangan pembentukan MPP berada pada Komite Nasional, dalam hal ini KNKT serta agar amanah UU Penerbangan dapat dilaksanakan dan memproteksi campur tangan pihak luar yang tidak mempunyai kewenangan dalam penyelidikan lanjutan kecelakaan pesawat udara, “ tutup Suharyadi.
Capt Hasfrinsyah (Ketua Federasi Pilot Indonesia/FPI) mengemukakann MPP sangat diperlukan sebagai pelengkap KNKT yang didominasi oleh SDM organisasi profesi yang diakui pemerintah RI.
“Kami sangat mendukung akan terbentuknya MPP, " pungkas Hasfrinsyah.
Pada akhir diskusi, moderator menyampaikan pokok pikiran lain yaitu urgensi pembentukan Majelis Profesi Penerbangan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan bidang penerbangan khususnya SDM Penerbangan dan permasalahan penafsiran regulasi bidang penerbangan. Selain itu, regulator dan stakeholder dipandang perlu mempersiapkan langkah – langkah strategis dalam menyusun majelis profesi penerbangan untuk menyelesaikan permasalahan profesi bidang penerbangan. Moderator juga mencatat agar segera dibentuk tim membidangi pembentukan Majelis Profesi Penerbangan dan asosiasi lain bidang penerbangan agar segera membentuk etika profesi.
Pada passal 368 UU No 1 Tahun 2009 tentang penerbangan mennyebutkan bahwa kewenangan MPP antara lain: member rekomendasi kepada Menteri untuk pengenaan sanksi administrative atau penyidikan lanjut oleh PPNS, Menetapkan keputusan dalam sengketa para pihak dampak dari kecelakaan atau kejadian serius terhadap pesawat udara, dan Memberikan rekomendasi terhadap penerapan regulasi penerbangan.
Sedangkan pada pasal 367, disebutkan bahwa keanggotaan MPP terdiri dari berbagai unsur antara lain dari unsure profesi, unsure pemerintah dan masyarakat yang kompeten di bidang: hukum, pesawat udara, navigasi penerbangan, Bandar udara, kedokteran penerbangan dan PPNS.
Diskusi Litbang menghadirkan penyaji yaitu Juanda Siahaan (Peneliti Badan Litbang), Yaddy Supriyadi (Ketua Ikatan Dosen dan Instruktur Penerbangan), Suharyadi (Ditjen Perhubungan Udara), Kemis Martono (Pengamat), Capt. Hasfrinsyah (Ketua Federasi Pilot Indonesia/FPI). Instansi yang turut hadir sebagai pembahas dalam diskusi yaitu Perum Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbvangan Indonesia, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), PT. Angkasa Pura I, PT. Garuda Indonesia, Ketua Indonesia Aircraft Maintanance Shop Association (IAMSA), DPP INACA, Indonesian Air Traffic Controller Association (IATCA). Roundtable discussion ini dimoderatori oleh Nyoman Suanda Santra (Kapuslitbang Udara). (ARI)