(Jakarta, 19/1/2012) Penyelenggaraan angkutan antarmoda/multimoda bertujuan untuk mewujudkan pelayanan one stop service pada angkutan penumpang dan barang, dengan indikator single ticket untuk angkutan penumpang serta single seamless services (S3) yaitu single operator, single tariff, dan single document untuk angkutan barang.
“Untuk mewujudkan penyelenggaraan angkutan antarmoda/multimoda yang efektif efisien diperlukan keterpaduan pelayanan, prasarana dan sarana transportasi serta fasilitas penunjang,” Demikian disampaikan Kepala Badan Litbang Denny Siahaan dalam ketika membuka acara Round Table Discussion Litbang Kemenhub bertema “Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) di Bidang Multimoda/Antarmoda” di Ruang Rapat Utama Badan Litbang Jakarta, Kamis (19/1).
Untuk menentukan standar pedoman penyelenggaraan angkutan multimoda diperlukan suatu payung hukum yang bersifat mengikat. Saat ini belum ada peraturan mengikat yang mengatur standar pedoman tersebut.
Guru Besar Transportasi Fakultas Teknik UGM Agus Taufik Mulyono selaku pembicara dalam diskusi mengatakan Standar pedoman penyelenggaraan angkutan mutimoda/antarmoda seharusnya dapat diatur melalui Keputusan Menteri yang dilegalisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM dan didaftarkan di Sekretariat Negara. Ia menilai hal tersebut lebih bersifat mengikat.
"Problem implementasi PP 8/2011 tentang Angkutan Multimoda/Antarmoda belum ada Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur lebih detail operasional angkutan multimoda, yang selanjutnya dijabarkan dalam standar, pedoman, manual, dan kriteria, “tambahnya.
Agus Taufik Mulyono menjelaskan indikator penilaian kebutuhan NSPK (Norma, Standar, pedoman, Kriteria/Manual) yaitu pelayanan moda awal ke moda berikutnya, ketepatan jadwal operasional, ketepatan rute perjalanan, kenyamanan pelayanan pengguna, efektivitas waktu perjalanan, efisiensi waktu biaya transportasi , keselamatan perjalanan pengguna, kemananan pelayanan pengguna, optimalisasi ruang prasarana transportasi, kewenangan pengaturan operasional dan resiko, ramah lingkungan dan sosial, standardisasi pengguna fasilitas. Indikator tersebut harus mencakup aspek legalitas, aspek kelembagaan, aspek teknis, dan aspek non teknis.
Lebih lanjut Agus Taufik menyampaikan penyelenggaraan angkutan multimoda dinilai bersifat makro sehingga tidak perlu SNI (Standar Nasional Indonesia) melalui Badan Standar Nasional. “SNI berlaku untuk hal-hal bersifat mikro tetapi untuk hal bersifat mezzo dan makro tidak bisa distandarkan karena standar bersifat sukarela dan tidak mengikat. Untuk itu saya sangat setuju jika standar pedoman pelayanan angkutan antarmoda/multimoda dinormatifkan melalui keputusan menteri misalnya,” lanjutnya.
Sementara, Kapuslitbang Angkutan Multimoda, Nurdjannah selaku moderator selama ini pelaksanaan angkutan multimoda/antarmoda telah berjalan namun belum ada satu bentuk kelembagaan khusus yang mengatur angkutan multimoda. Untuk itu, ia mengusulkan perlunya pengusulan satu Direktorat Multimoda, dalam rangka mengantisipasi perdagangan internasional
Diskusi ini menghadirkan pembicara Prof. DR. IR. Agus Taufik Mulyono, MT (Fak Teknik Sipil, UGM) dan Siti Ariyanti Adisoediro (Sekjen DPP ALFI/ILFA) serta menghadirkan para pembahas dari Biro Perencanaan Setjen Kemenhub, Ditjen Hubdat, Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen Perkeretaapian, dan Ditjen Perhubungan Udara. Diskusi ini dimoderatori oleh Dra. Nurdjanah, MM (Kapuslitbang Angkutan Multimoda/Antarmoda). (ARI)