(Jakarta, 07/02/2013) Belum efisiensinya pengelolaan di bidang pelayaran menyebabkan timbulnya biaya logistik yang tinggi. Dalam konteks biaya, dari berbagai pelaku ekonomi yang disurvei oleh Bank Dunia menilai bahwa biaya logistik di Indonesia termasuk sangat tinggi, yakni berada dalam peringkat 59 dari 155 negara. Hal tersebut memunculkan alternative gagasan dalam rangka mengurangi biaya logistik tersebut, dimana satu diantaranya  adalah dengan cara mengembangkan angkutan laut Pendulum Nusantara. Demikian disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengembangan Kementerian Perhubungan, L. Denny Siahaan saat membuka Roundtable Discussion dengan tema " Persiapan Implementasi Konsep Pengembangan Pendulum Nusantara dan Dampak Terhadap Biaya Logistik”, Kamis, 7 februari 2013 di Kantor Litbang Kemenhub.

Sebagai pemersatu berbagai wilayah kepulauan yang terbentang di Nusantara, menrut Denny, industri pelayaran juga mengandung dimensi bisnis yang menentukan perkembangan perekonomian, baik dalam skala makro maupun mikro.

Denny mengatakan, sistem Pendulum Nusantara nantinya akan mengakomodasi kapal dengan kapasitas  minimum 3.000 TEUs2, Kapal dengan ukuran tersebut  dinilai efisien untuk menurunkan biaya logistik. “Pendulum Nusantara juga menjadi solusi yang efektif dalam mencegah berlayarnya kapal dengan muatan kosong dari satu tempat ke tempat lain,” jelasnya.

Sementara  Adolf  Tambunan, mengatakan  salah satu strategi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional  adalah dengan mengedepkan penguatan konektivitas antar pulau terutama  pulau  pulau terluar dan menjaga keseimbangan  wilayah barat dan Timur  Indonesia.

Lebih lanjut dikatakan Adolf, ada beberapa permasalahan yang  menghadang  penerapan Pendulum Nusanatara, antara lain yang pertama adalah: Penetapan pelabuhan MP3EI khususnya Kula Tanjung dan Bitung berbeda dengan pendulum nusantara yaitu Belawan, Batam, Tg. Priok, Tg. Perak, Maksaar dan Sorong; Kedua, Pengembangan pelabuhan :- Infrastruktur yang ada hanya mampu melayani kapal dengan kapasitas maximum 6.000 TEUs  (hanya di Tg. Priok), - Dibutuhkan biaya dan waktu pelaksanaan; dan yang Ketiga, Potensi demand : Ketidakseimbangan demand (Imblance of Trade) Barat  Timur, - Perusahaan pelayanan menentukan sendiri pola pelayaran kapal kapal miliknya.

Imbang  Danandjoyo ( Peneliti Madya Bidang Transportasi Laut) dalam paparannya menyampaikan 4 (empat) pelabuhan yang berperan sebagai pintu keluar masuk Indonesia  pelabuhan yang memiliki pergerakan ekspor impor peti kemas cukup signifikan,antara lain adalah Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, Pajang,Pekanbaru, Batam, dan Pelabuhan Merak, dan Pelabuhan terpilih berdasarkan tingkat efektifitas dan efisiensi dengan menggunakan jarak sebagai representasi biaya pada waktu tempuh dalam jaringan pelayanan pelabuhan untuk petikemas antara lain adalah Muntok, Dumai, Kijang Tanjung Priok, dan pelabuhan Katabaru. Serta pelabuhan terpilih berdasarkan tingkat efektifitas dan efisiensi dengan menggunakan jarak sebagai representasi biaya dan waktu tempuh dalam jaringan pelayanan pelabuhan yang dikombinasikan dengan potensi volume pergerakan ekspor-impor untuk petikemas, antara lain  Dumai,Kijang, Tanjung Priok, dan Pelabuhan Kotabaru.

Round Table Discussion ini menghadirkan pembicara Imbang Danandjoyo (Peneliti Badan Litbang) dan Adolf Tambunan (Direktur Lalu Lintas & Angkutan Laut,Direktorat Jenderal Perhubungan) dan Direktur Utama PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II.  Acara ini dimoderatori oleh Drs. Sunarto (Kabid  Pelayanan Administrasi dan Dokumentasi puslitbang Laut). (HST)