(Jakarta, 21/2/2012) Penanganan perlintasan sebidang dalam upaya meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api perlu melibatkan kerjasama MOU Kementerian Perhubungan dengan sektor kementerian lain yang lebih luas. Hal tersebut mengemuka dalam hasil diskusi Badan Litbang Perhubungan “Program Implementasi Rencana Aksi Peningkatan Keselamatan Perkeretaapian Sesuai Instruksi Menteri Perhubungan No. 1 Tahun 2013” yang disampaikan oleh moderator diskusi, Widiatmoko di Ruang Rapat Utama Badan Litbang Perhubungan Jakarta, Kamis (21/2).

“Perlintasan sebidang memang perlu dihilangkan terutama di daerah rawan kecelakaan perlu dihilangkan namun dalam pelaksanaannya memerlukan kerjasama MOU tidak hanya dengan Menteri Dalam Negeri tetapi melibatkan berbagai sektor seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Negara BUMN, Pemerintah Daerah setempat, “ jelasnya saat membacakan catatan hasil diskusi.
 
Sesuai Instruksi Menteri Perhubungan No. 1 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Peningkatan Keselamatan Transportasi dipaparkan program kerja yang menjadi prioritas rencana aksi peningkatan keselamatan kereta api  diantaranya peningkatan fasilitas keselamatan pada perlintasan sebidang  dan peningkatan perlintasan sebidang resmi yang tidak berpintu.

Rencana aksi yang dijalankan adalah menyusun MOU antara Menteri Perhubungan dengan Menteri Dalam Negeri serta memasang pintu perlintasan pada perlintasan sebidang resmi dan menutup perlintasan liar melalui kerjasama dengan Pemda. Dengan kerjasama tersebut diharapkan kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang dapat dikurangi.
 
Direktur Prasarana Perkeretaapian, Ditjen Perkekeretaapian Kemenhub, Arief Heriyanto, dalam paparannya menyebutkan sesuai  UU No. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian telah disebutkan Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang, kecuali dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan (perlintasan sebidang). “Untuk mengganti perlintasan sebidang pemerintah telah membangun flyover dan underpass di jalan desa, jalan kecamatan, serta jalan kabupaten, “jelas Arief.
 
Djoko Setiowarno, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi (MTI) juga menyoroti persoalan keselamatan di perlintasan sebidang pada penyelenggaraan perkeretaapian dalam diskusi. Ia menyatakan hendaknya  kerjasama MOU Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri dalam mengimplementasi aksi peningkatan keselamatan perkertaapian segera terlaksana. “Perlintasan sebidang tidak hanya melewati jalan provinsi tetapi juga jalan jalan kabupaten dan kota,”jelasnya.

Djoko menambahkan kecelakaan di perlintasan sebidang sebenarnya bukan termasuk kategori kecelakaan kereta api tetapi kecelakaan jalan raya. “Untuk pembahasan upaya peningkatan keselamatan di jalan raya sesuai Instruksi Menteri Perhubungan No. 1 tahun 2013, langkah – langkah keselamatan berkendara di perlintasan sebidang hendaknya ikut dibahas bersama pihak Kepolisian,” tambah Djoko.
 
Selain itu , Djoko juga menyoal mengenai rel yang dijadikan tempat tinggal. Djoko menyatakan pemerintah pusat hendaknya melakukan harmonisasi dengan pemerintah daerah setempat agar relokasi  penduduk terlaksana lancar  dan keselamatan perjalanan kereta api tercapai. “Daerah sebenarnya punya rumah susun yang bisa ditempati untuk relokasi namun butuh itikad baik pelaksanaannya. Persoalan ini memang butuh dukungan dari pemerintah daerah dan juga DPRD setempat. Sebenarnya langkah ini juga bisa menjadi upaya Pemda menarik simpati, bukan mencari dukungan,” imbuhnya.
 
Roundtable Discussion Badan Litbang Perhubungan ini menghadirkan pembicara yaitu Arief Heriyanto (Direktur Prasarana Perkeretaapian), Sugiyadi Waluyo (Direktur Sarana Perkeretaapian), Bambang Setianto (Kabag Kepegawaian Sekertaris Ditjen Perkeretaapian), Bernadette Endah Sekar Maya  Shanti (Kasubdit Audit dan Peningkatan Keselamatan Ditjen Perkeretaapian),  dan Purwoko (Peneliti Madya Bidang Transportasi Darat Badan Litbang). Para pembahas yang ikut dalam diskusi tersebut antara lain dari instansi PT Kereta Api (Persero), Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), MASKA,  pakar transportasi ITB, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, DPP YLKI. (ARI)