(Jakarta, 12/2/2013) PT. Melu Bangun Wiweka melalui Presiden Direkturnya, Kusnan Nuryadi mengatakan untuk membangun monorel diperlukan sekitar 150 Milyar per kilometernya. “Dana Rp. 150 miliar per km ini sudah termasuk biaya untuk pengadaan track (rel) dan persinyalan. Biaya track atau infrastruktur sendiri diperkirakan 65% dari total biaya,” jelas Kusnan saat menerima kunjungan Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono di workshop monorail, Cibitung, Jawa Barat, Senin (11/2/2013).

Menurut Kusnan, biaya investaisi yang dibutuhkan untuk monorel ini lebih murah daripada biaya pembangunan kreta api maupun MRT. Monorail yang diproduksinya, lanjut Kusnan lebih efisien karena hanya menelan dana investasi Rp75 miliar-Rp150 miliar per kilometer (km) dibandingkan dengan proyek Jakarta Monorail Rp220 miliar/km, proyek monorail di dunia Rp200 miliar/km, proyek Mass Rapit Transit (MRT) dengan sistem subway Rp1 triliun/km.

Selain lebih murah, lanjutnya jarak antar monorel (headway) dari monorel ini bisa sampai satu setengah menit, itu lebih cepat dibandingkan dengan moda transportasi lain seperti kereta api bahkan MRT. Mengenai tarif monorel buatannya, Kusnan menargetkan tarif tiket monorel yang dikenakan berkisar antara Rp. 7000- Rp. 12.000.

"Dengan biaya investasi Rp150 miliar/km, kami perkirakan harga tiket Rp7.000-Rp12.000 per penumpang per rute, sehingga kembali modal hanya dalam 8 tahun dengan margin keuntungan sekitar 15%,” ujar Kusnan.

Monorel versi PT. MBW ini terdiri dari enam gerbong yang mampu mengangkut 768 orang sekali jalan dengan tipe monorel mengikuti tipe Straddle, atau seukuran bus,  lebih panjang dan dianggap lebih efisien daripada tipe yang lebih lebar.

Lebih lanjut, Kusnan mengatakan bahwa pihaknya sudah mampu memproduksi prototipe monorail dengan komponen lokal mencapai 80%. “Dari 8 komponen pembuatan sarana dan prasarana monorel, dua komponen yang masih impor adalah motor dan traksi,” ujarnya.

Kusnan menjelaskan, saat ini dirinya telah membuat prototipe monorel buatannya namun demikian monorel tersebut belum dilakukan ujicoba secara layak karena keterbatasan lahan untuk melakukan test track. Jika sudah teruji kelayakannya, Kusnan mengatakan monorelnya siap dilepas di pasaran.

“Yang paling berat adalah membangun test track, krn saya harus menguji, tanjakan, pengereman dan kecepatan. Itu sudah diluar kapasitas kami. Sekarang kami sedang cari solusi agar produk kami teruji dan proven, kami minta bantuan Pemerintah kalau bisa untuk menyediakan test track tersebut ” ungkapnya.

Pihaknya, ungkap Kusnan saat ini baru memiliki 50 meter track monorel untuk melakukan ujicoba, namun menurutnya itu tidak cukup. Dibutuhkan setidaknya panjang track 600 meter untuk melakukan test kecepatan.

Sementara, Wamenhub Bambang Susantono mendorong PT. MBW menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan penunjang operasional monorel mengingat semakin banyaknya permintaan pembangunan moda transportasi monorel di sejumlah kota di Indonesia.

"Kita menerima lebih dari dua proposal pembangunan monorel. Kita ingin monorel terintegrasi dengan angkutan lain, agar dapat menjawab kebutuhan transportasi publik. Apa yang dilakukan Wiweka ini merupakan karya anak bangsa yang patut di apresiasi" jelas Bambang. (RDH)