PONTIANAK - Seluruh bandara yang berstatus internasional diwajibkan untuk memiliki peralatan deteksi teknologi multi view atau teknologi yang memiliki kemampuan sistem pendeteksi bahan peledak secara otomatis. Kebijakan ini juga berlaku untuk bandara Unit Pelaksana Bandar Udara (UPBU) milik Kementerian Perhubungan yakni Bandara Tarakan, Bandara Sentani dan Bandara Batam.
Kewajiban bandara memiliki peralatan deteksi terkini itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 127 Tahun 2015 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional tertanggal 26 Agustus 2015.
Kasi Kerjasama dan Program Direktorat Keamanan Penerbangan Budi K Kresna pada acara "Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penerbangan di Pontianakā, Senin (23/11), mengatakan, pada BAB VII tentang Fasilitas Keamanan Penerbangan, PT Angkasa PURA I dan PT Angkasa Pura II sebagai badan usaha bandar udara maupun Unit Penyelenggara Bandar Udara dalam melakukan pemeriksaan keamanan dengan menggunakan peralatan harus memenuhi kebutuhan fasilitas keamanan sesuai ketentuan.
Fasilitas keamanan penerbangan harus disesuaikan dengan kebutuhan operasional dan kemajuan teknologi dengan mempertimbangkan efektifitas peralatan, klasifikasi bandara dan tingkat ancaman dan gangguan. Fasilitas keamanan dimaksud adalah pendeteksi bahan peledak, pendeteksi bahan organik dan non organik, pendeteksi metal dan non metal, pendeteksi bahan cair, dan sebagainya.
"Pak Menhub telah memerintahkan, untuk pemeriksaan bagasi tercatat pada bandara internasional menggunakan teknologi multi view dan automatic thread detection atau teknologi yang memiliki kemampuan sistem pendeteksian bahan peledak secara otomatis (automatic explosive detection system). Aturan ini berlaku mulai 17 Agustus 2016," kata Budi.
Fasilitas keamanan penerbangan untuk pemeriksaan penumpang yang akan naik pesawat udara pada bandar udara internasional harus dapat mendeteksi metal dan non metal yang menggunakan teknologi milimeter wave (body inspection machine). Sementara itu untuk bandara-bandara yang melayani penerbangan domestik masih boleh menggunakan alat deteksi seperti x-ray maupun deteksi manual.
Diakui oleh Budi, kebijakan pemberlakukan menggunakan teknologi multi view dan automatic thread detection atau teknologi yang memiliki kemampuan sistem pendeteksian bahan peledak atau bahan berbahaya lainnya, karena negara tetangga sering kali menyalahkan pihak Indonesia karena ada barang-barang terlarang seperti shabu dan ganja terdeteksi di bandara negara tetangga. Padahal sebelumnya sudah melalui bandara Indonesia tapi lolos dari pemeriksaan x-ray.
Kabag Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara, Hemi Pamuraharjo menambahkan, selain ditunjang oleh peralatan yang canggih, penanganan keamanan di bandara juga harus disertai oleh sumber daya manusia yang profesional. Para Avsec harus dibekali dengan pendidikan dan latihan keamanan dan keselamatan penerbangan. Tujuannya untuk menjamin afktifitas program keamanan dan penerbangan nasional.
"Setiap personal di bidang keamanan penerbangan harus mengikuti diklat sesuai tugas dan kewenangannya dengan mengacu program diklat kemanan penerbangan nasional yang penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi programnya diatur oleh Ditjen Perhubungan Udara," ujar Hemi. Penyelenggara diklat maupun pelatih diklat harus memiliki pengajar yang sertifikat instruktur. (JO)