(Jakarta, 18/01/10) Menteri Perhubungan Freddy Numberi meminta perusahaan-perusahaan yang menjadi pengguna kapal berbendera asing untuk tidak terlalu khawatir terhadap penerapan ketentuan asas cabotage (pengangkutan komoditas domestik di perairan nasional wajib berbendera Indonesia) yang direalisasikan mulai Januari 2010 ini. Karena azas cabotage tidak sekaku yang ditakutkan.
Menhub menyebutkan, seperti yang disebutkan dalam Pasal 341 UU No 17/2008 tentang Pelayaran, kapal berbendera asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukannya hingga tiga tahun terhitung sejak UU tersebut diberlakukan, 7 Mei 2008. ”Berarti masih ada ruang terbuka, hingga Mei 2011 nanti. Tetapi untuk kapal yang permohonan operasinya baru diajukan, atau kontrak kerjanya dibuat setelah UU Pelayaran ditetapkan, maka dia harus ikuti aturan baru. Pengecualian ini tidak berlaku,” ujar Menhub di Jakarta, Senin (18/1).
Di sisi lain, Menhub juga meminta agar momentum penerapan azas cabotage yang dilandasi pada Instruksi Presiden (Inpres) No.5 tahun 2005 ini tidak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan sendiri. Misalnya dengan sengaja membuat penafsiran-penafsiran dan opini-opini menyimpang terkait penerapan ketentuan tersebut, dengan membenturkan Inpres 5/2005 dengan UU Pelayaran maupun dengan ketentuan lain yang telah ada sebelumnya.
Menhub mensinyalir, upaya-upaya itu mengarah pada upaya untuk memonopoli kegiatan usaha pelayaran dengan menyingkirkan kompetitor dan mencari konsumen dengan cara-cara yang tidak elegan. ”Saya sudah memantau langsung ke lapangan, indikasi untuk memonopoli itu ada. Ada upaya pemaksaan penggantian kapal yang saya lihat. Saya takut ini nanti akan menjadi kartel, karena hanya terkooptasi pada satu kepentingan,” ungkap Menhub.
Menhub menambahkan, selain memberikan keleluasaan bagi kapal asing yang memiliki kontrak kerja jangka panjang sebelum 7 Mei ditetapkannya, UU Pelayaran juga tidak menyebutkan secara khusus jenis kapal yang dapat digunakan. ”Jadi, jangan takut-takuti pengusaha. Karena dengan berlakunya UU Pelayaran ini, maka aturan sebelumnya seperti Inpres atau KM itu gugur dan batal demi hukum. Posisi UU lebih tinggi dari Inpres atau KM,” tegasnya lagi. (DIP)