(Jakarta, 7/2/2014) Untuk mengurangi beban operasional maskapai akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis avtur, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah menyetujui usulan INACA (Indonesia National Air Carrier Asociation) tentang fuel surcharge dan pekan depan akan segera ditandatangani oleh Menteri Perhubungan.
"Usulan yang diajukan INACA tersebut sudah dibahas dan disetujui dan minggu depan sudah ditandatangani Menteri Perhubungan," ungkap Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti S Gumay di Jakarta, Jumat (7/2).
Pembahasan fuel surcharge tersebut dilakukan oleh Kementerian Perhubungan bersama dengan INACA dan melibatkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
"Tadi belum saya cek. Seharusnya ditandatangani hari ini (Jumat 7/2). Karena Pak Menteri ada di Istana, pekan depan ditandatangani," tambah Herry.
Pemerintah, tambah Herry menyadari kondisi yang dihadapi oleh maskapai akibat kenaikan harga BBM, yang berdampak kepada operasional maskapai. " Harga BBM yang tinggi membuat maskapai sulit untuk berkembang," tutur Herry.
Pada tahap awal, penerapan fuel surcharge tersebut sebesar Rp 60.000,- per jam penerbangan untuk tipe pesawat jet dan Rp 50.000,- per jam penerbangan untuk tipe pesawat turbo prop.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar mengakui beban operasional meningkat cukup tajam akibat rupiah melemah dan harga avtur yang naik tinggi. "Sebetulnya cost (biaya) kita sudah naik akibat dua elemen itu, jadi saya minta segera dikeluarkan tarif yang baru," katanya.
Hal itu, menurutnya, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan bahwasanya jika rupiah melemah hingga Rp 12 ribu dolar serta harga avtur sudah tembus Rp 10 ribu per liter maka tarif pesawatt bisa dinaikkan."Itu kan sudah kesepakatan dengan Kemenhub, kalau nggak disesuaikan kita babak belur," jelasnya. (SNO).