Tansean P Malau adalah Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Operasi di Direktorat Kesatuan Patroli Laut dan Pantai (KPLP) yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proses tender kapal patroli yang disoal Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara Didik Suhartono yang memegang jabatan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Operasi di Pangkalan Patroli Laut dan Pantai Kelas I Tanjung Priok, bertindak sebagai ketua panitia lelang tersebut.

Dirjen Perhubungan Laut Effendi Batubara menegaskan, penonaktifan kedua anak buahnya itu bertujuan untuk membantu KPK dalam melakukan penyidikan kasus suap pengadaan kapal patroli KPLP senilai Rp 120 miliar. KPK sendiri telah menjadikan Direktur PT Bina Mina Karya Perkasa Dedi Suwarsono, satu dari lima pemenang tender kapal patroli, dan mantan anggota DPR dari Partai Bintang Reformasi Bulyan Royan sebagi tersangka. Dedi dituduh KPK melakukan suap kepada Bulyan sebesar Rp 1,68 miliar untuk memuluskan jalan bagi perusahaannya untuk memenangkan tender.

"Saya tegaskan, penonaktifan mereka itu untuk membantu KPK dalam menyidik kasus suap yang terjadi antara pengusaha dan anggota DPR, untuk memberikan keterangan. Jadi, bukan berarti mereka itu bersalah secara hukum. Kita harus mengedepankan azas praduga tak bersalah," ujar Effendi di kantornya, Jumat (4/7).

Penonaktifan Tansean P Malau ditetapkan melalui Surat Perintah Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Laut bernomor UK-9/ 212/ 9/ DJPL-08. Selama dibebastugaskan, fungsi peranan dan tugas Tansean P Malau diserahkan kepada Kasubdit Sarana dan Prasarana Direktorat KPLP. Sementara tugas Didik Suhartono, yang dinonaktifkan melalui surat bernomor UK-9/ 212/ 8/ DJPL-08, dialihkan kepada Kepala Pangkalan Patroli Laut dan Pantai Kelas I Tanjung Priok.

Selain Tansean P Malau dan Didik Suhartono, Effendi mengaku dirinya juga telah menyarankan Menteri Perhubungan Jusman Syafi’i Djamal untuk membebaskan pula Direktur KPLP Djoni Alghamar dari tugas-tugas kesehariannya. Alasannya, kewenangan untuk menonaktifkan Djoni hanya dimiliki Menhub.

"Saya tidak punya kewenangan, karena Djoni Alghamar pejabat eselon II. Hanya menteri yang berhak. Kalau TP Malau dan Didik Suhartono, mereka pejabat eselon IV, saya punya otoritas untuk itu," jelas Effendi.

Tujuan penonaktifan Djoni Alghamar yang bertindak sebagai pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam program pengadaan 20 unit kapal patroli KPLP tersebut, lanjutnya, juga dalam rangka membantu penyidikan KPK ketika dibutuhkan.

Menurut Effendi, KPK sendiri telah melayangkan surat undangan kepada panitia lelang untuk memberikan keterangan kepada penyidik pada 8 Juli mendatang. Malau dan Didik akan memberikan keterangan seputar pelaksanaan tender bermasalah itu kepada KPK bersama lima anggota panitia lelang lainnya.

"Waktu mereka akan banyak tersita untuk menyiapkan materi. Karena itulah langkah penonaktifan dilakukan agar tugas-tugas pokok keseharian mereka tidak terbengkalai, agar mereka bisa membantu KPK secara maksimal," jelasnya. "Mereka akan kita aktifkan kembali setelah tugasnya memberikan keterangan di KPK selesai."

Kepala Pusat Komunikasi Publik bambang S Ervan menambahkan, hingga saat ini KPK belum memberikan status apa pun terhadap satu pun pejabat Direktorat Perhubungan Laut yang dinonaktifkan tersebut. "Kapasitas mereka hanya undangan untuk memberikan keterangan, bukan sebagai saksi atau apa pun. Belum ada penetapan status untuk mereka dari KPK," katanya. (DIP)